tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi melakukan pelarangan ekspor bijih bauksit setelah nikel yang diterapkan sejak 1 Januari 2020. Kebijakan larangan ekspor bijih bauksit sendiri akan berlaku pada Juni 2023 mendatang.
Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, keberanian Jokowi melakukan larangan ekspor patut diancungi jempol. Kepala Negara itu bahkan dinilai konsisten dan pantang mundur meski sempat menuai gugatan dari World Trade Organization (WTO).
“Jokowi rupanya pantang mundur, malah melanjutkan larangan ekspor pada bijih bauksit, yang berlaku pada Juni 2023,” kata Fahmy dalam pernyataanya kepada Tirto, Sabtu (24/12/2022).
Fahmy menjelaskan sebenarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara sudah mengamanahkan untuk melarang ekspor hasil tambang dan mineral tanpa dihilirisasi di dalam negeri paling lambat pada 2014.
Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai acaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengudur berlakunya larangan ekspor tersebut.
“Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit," jelasnya.
Fahmy melanjutkan tujuan Jokowi melarang ekspor bauksit adalah meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja baru, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di luar ketiga tujuan ini, perlarangan ekspor tersebut sesungguhnya untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai amanah pasal 33 UUD 1945.
“Jangka pendek, larangan ekspor bauksit itu akan menurunkan pendapatan ekspor hingga mencapai sebesar Rp21 triliun per tahun. Namun, jangka panjang, seiring dengan meningkatnya nilai tambah, ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauiksit, akan meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp62 triliun per tahun," jelasnya.
Menurutnya memang tidak mudah untuk memperoleh tambahan pendapatan sebesar itu melalui larangan ekspor bauksit. Masih ada berbagai tantangan dan penentangan. Salah satu tantangan itu adalah kapasitas smelter masih sangat terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil bijih bauksit.
Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh kosorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter.
“Untuk itu, pemerintah harus memberikan fiscal incentive berupa: tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz