Menuju konten utama

Label "Miskin" di Elpiji Melon

Sosialisasi label "Hanya Untuk Masyarakat Miskin" di tabung LPG 3 Kg kembali digalakkan. Sayangnya, selama ini label "miskin" tersebut tidak cukup efektif mencegah penyalahgunaan subsidi yang dianggarkan dari APBN.

Label
Tabung LPG 3 Kg bertuliskan "Hanya Untuk Masyarakat Miskin". Antara Foto/Adeng Bustomi.

tirto.id - PT Pertamina kembali menggalakkan sosialisasi bahwa LPG 3 kilogram atau elpiji melon hanya dikhususnya bagi masyarakat miskin. Salah satu langkahnya adalah melalui pemasangan peringatan berupa sablon bertuliskan “Hanya Untuk Masyarakat Miskin” di tabung elpiji melon.

Hal itu menyusul adanya isu yang beredar terkait warga yang kesulitan mendapatkan LPG 3 Kg bersubsidi di wilayah Jakarta. Pertamina pun melakukan operasi pasar sejak Selasa 4 April 2017 hingga Kamis 6 April 2017 di beberapa titik lokasi di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.

Berdasarkan informasi dari Area Manager Communication dan Relations JBB, Yudi Nugraha di Jakarta, Kamis (6/4/2017), label “miskin” tersebut bertujuan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak sesuai kategori pengguna elpiji melon yang merupakan produk bersubsidi dari pemerintah.

“Isu kelangkaan LPG [3 Kg] ini selalu kami tindaklanjuti sesegera mungkin. Pertamina sudah memberikan tambahan fakultatif. Selain itu kami langsung menerjunkan tim untuk melakukan operasi pasar,” kata Yudi Nugraha, seperti dikutip Antara.

Kelangkaan elpiji melon sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Jika ditelusuri lebih jauh, maka hampir semua wilayah pernah mengalaminya. Sayangnya, hal tersebut selalu berulang dan pemerintah maupun Pertamina terkesan belum menemukan cara efektif untuk menanggulanginya.

Setiap kelangkaan LPG 3 Kg terjadi, Pertamina hanya bisa melakukan operasi pasar dan mengimbau agar masyarakat yang tidak berhak menikmati subsidi LPG 3 Kg agar tidak ikut menikmatinya.

Upaya lain yang dilakukan Pertamina lebih pada seruan moral, seperti meminta masyarakat yang mampu untuk menggunakan LPG 5,5 Kg. Selain itu, sejak tahun 2015 lalu, perusahaan pelat merah itu juga melabeli tabung LPG 3 Kg dengan tulisan “Hanya Untuk Masyarakat Miskin.” Sayangnya, hal tersebut tidak cukup efektif mencegah penyalahgunaan subsidi yang dianggarkan dari APBN tersebut. (Baca laporan Tirto: Bom Waktu Kekurangan Pasokan LPG)

Memaksimalkan SIMOLEK

Terkait dengan mekanisme monitoring ketersediaan LPG 3 Kg, Pertamina sebenarnya telah memiliki Sistem Monitoring Penyaluran LPG 3 kilogram (SIMOLEK). Sistem ini bertujuan untuk memantau jalannya distribusi LPG bersubsidi agar tepat sasaran, mulai dari agen resmi hingga ke seluruh pangkalan di bawah agen.

Sayangnya, sistem SIMOLEK ini tidak bisa menjangkau di luar agen resmi tersebut, sehingga perusahaan pelat merah tersebut tidak bisa berbuat banyak terkait penyalahgunaan subsidi LPG di lapangan.

Hal tersebut terjadi karena adanya disparitas harga yang lebar antara LPG subsidi dan non-subsidi. Dalam konteks ini, Kementerian ESDM sebenarnya menyadari betul bahwa disparitas harga antara LPG non-subsisi dengan elpiji melon yang disubsidi rentan disalahgunakan. Tidak heran, jika harga LPG non-subsidi dinaikkan, maka para penggunanya bermigrasi ke LPG 3 Kg bersubsidi.

Disparitas harga dan sistem distribusi yang kurang baik menjadi salah satu faktor pemicu kelangkaan elpiji melon serta membengkaknya subsidi elpiji 3 Kg dalam APBN. Baca laporan Tirto: Mencari Akar Masalah Kelangkaan Elpiji Melon.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengakui bahwa pemerintah masih kesulitan menemukan cara untuk membatasi distribusi tabung gas LPG 3 Kg bersubsidi hanya bagi masyarakat miskin. “Kalau barang itu barangnya sama, dijual di pasar, Anda boleh beli, ini tidak boleh beli kan tidak mudah, itu saja,” kata Jonan pada Januari lalu.

Selain penyalahgunaan ketentuan elpiji melon di atas, disparitas harga LPG antara yang disubsidi dan non-subsidi juga memunculkan tindakan kejahatan lain, seperti penyelundupan dan penimbunan.

Misalnya, pada Agustus 2016, Kepolisian Resor Mataram, Nusa Tenggara Barat, berhasil menggagalkan aksi penyelundupan 400 tabung gas LPG 3 Kg yang diangkut menggunakan kendaraan roda empat jenis truk warna biru tujuan Pulau Sumbawa. Padahal, untuk Pulau Sumbawa, belum ada aturan yang memperbolehkan beredarnya tabung gas elpiji melon ini.

Praktik dan motif seperti yang terjadi di Mataram ini juga bisa saja terjadi di daerah lain. Karena kalau merujuk pada data SIMOL3K, Pertamina tidak pernah mengurangi jatah volume LPG 3 Kg itu. Distribusi LPG 3 Kg yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut selalu mengacu pada jatah masing-masing daerah yang telah ditentukan.

Infografik Krisis LPG

Menunggu Realisasi Distribusi Tertutup

Karena itu, pemerintah akan menerapkan distribusi tertutup agar meminimalisir penyalahgunaan LPG bersubsidi tersebut. Wacana distribusi tertutup ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan telah merencanakan sejak tahun 2015 lalu. Dalam konteks ini, Pertamina dibantu pemerintah daerah akan mengelola distribusi LPG 3 Kg tertutup ini.

Kementerian ESDM telah melakukan uji coba di beberapa daerah, salah satunya di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, sejak pertengahan Agustus hingga November 2016. Untuk rumah tangga, tiap bulan mendapat 3 tabung, sementara usaha mikro 9 tabung. Kartu non tunai dalam uji coba ini, disediakan secara cuma-cuma oleh BNI, setelah memperoleh data masyarakat yang telah diverifikasi.

Pemerintah menargetkan, sistem distribusi tertutup elpiji melon ini berlaku tahun 2017 secara bertahap. Harapannya, pada akhir tahun ini pemberlakuannya sudah mencapai 80 hingga 90 persen untuk seluruh wilayah Indonesia.

Namun demikian, komitmen pemerintah untuk meminimalisir penyalahgunaan LPG 3 Kg ini tidak akan efektif kalau tidak diimbangi dukungan masyarakat secara luas. Karena sebaik apapun sistem distribusi yang dicanangkan pemerintah, tidak akan berjalan dengan baik apabila masih ada oknum masyarakat yang melakukan penyelundupan, penimbunan, bahkan mengoplos LPG 3 Kg ini.

Sistem distribusi yang baik dan pengawasan yang ketat diharapkan mampu menjawab persoalan penyalahgunaan subsidi LPG 3 Kg yang selama ini kerap disalahgunakan daripada hanya seruan moral, seperti label “miskin” di tabung LPG 3 Kg bersubsidi tersebut.

Baca juga artikel terkait ELPIJI atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti