tirto.id - Komisi Yudisial (KY) memgusulkan kepada pemerintah untuk menghapus sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Salah satu pasal yang diusulkan dihapus yakni Pasal 278 huruf c RKUHP yang mengatur tentang perekaman sidang. Pasal tersebut dinilai tidak memiliki substansi terhadap jalannya persidangan.
Anggota Komisi Yudisial Binzaid Kadafi justru mengatakan bahwa selama ini hasil rekaman sidang dapat menjadi dasar bagi KY dalam memutus ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) ketika ada laporan masyarakat.
"Tidak ada unsur ketercelaan dari kegiatan perekaman sidang pengadilan sehingga harus dikriminalisasi. Sebab kepentingan akhir yang harus dilindungi adalah ketertiban dan kelancaran persidangan, serta integritas pembuktian, selain keterbukaan sidang untuk umum di mana hal ini menjadi kewenangan hakim ketua sidang untuk menjaganya," ujar Kadafi dalam konferensi persnya, Senin, 14 Oktober 2022.
Selain itu, KY menganjurkan hakim ketua sidang yang menentukan apakah sidang bisa direkam atau dipublikasikan. "Untuk itu, Pasal 278 huruf c RKUHP kami usulkan dihapus," jelas Kadafi.
Lebih lanjut Kadafi juga menyebut bahwa aktivitas perekaman dan publikasi persidangan tidak bisa dihindarkan dalam sistem peradilan elektronik (e-court) yang sedang digalakkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Namun demikian ia menegaskan bahwa perekaman sidang hendaknya tetap mengacu kepada tata tertib persidangan.
"Hal ini tetap mengacu pada tata tertib persidangan, serta kebutuhan secara situasional apakah kegiatan perekaman dan publikasi sidang memang dapat mengganggu ketertiban dan kelancaran persidangan atau menciderai integritas proses pembuktian," pungkas Kadafi.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky