tirto.id - Komisi Yudisial (KY) akan mengkaji putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengabulkan banding terdakwa Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra dalam perkara suap red notice yang menjerat sejumlah aparat penegak hukum.
Majelis hakim mengurangi hukuman Djoko dari semula 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara.
"KY sangat menaruh perhatian terhadap putusan ini dan beberapa putusan lain, terutama dari pertimbangan akan pentingnya sensitivitas keadilan bagi masyarakat," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting, ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (29/7/2021).
Pengkajian putusan ini guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kehormatan hakim dan integritas pengadilan.
"Anotasi terhadap putusan ini juga dapat diperkuat melalui kajian dari berbagai elemen masyarakat, baik akademisi, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil," sambung Miko.
Berdasarkan situs resmi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan dalam amar putusannya menjatuhkan pidana terhadap Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Djoko dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama dan pemufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra diyakini memberikan uang sebesar USD 100.000 kepada mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sejumlah 200.000 dolar Singapura dan USD370.000.
Djoko Tjandra juga menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar USD500.000 melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma dan Andi Irfan Jaya sebagai uang muka rencana pengurusan hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan