Menuju konten utama

Kursi Komisaris Jadi 'Hadiah' Politis Mengikis Meritokrasi BUMN?

Penunjukan komisaris BUMN secara politis alih-alih mempertimbangkan meritokrasi disebut akan mengikis profesionalisme BUMN.

Kursi Komisaris Jadi 'Hadiah' Politis Mengikis Meritokrasi BUMN?
Ilustrasi Bagi-bagi kursi di BUMN. tirto.id/Quita

tirto.id - Bagi-bagi jabatan kepada relawan, timses, dan partai politik pengusung seakan-akan menjadi lazim dalam konsolidasi kekuasaan di negeri ini.

Kubu yang memenangkan palagan Pilpres, kerap menarik jajaran pendukungnya untuk dipercaya memegang jabatan strategis baik di kabinet maupun sebagai pimpinan anak perusahaan BUMN. Praktik ini nampaknya masih akan terus berlanjut meski rezim pemerintahan berganti usai Pemilu 2024.

Baru-baru ini, PT Pertamina (Persero) resmi mengangkat Prabunindya Revta Revolusi sebagai Komisaris Independen PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Keputusan pengangkatan Prabu dilakukan sejak awal Februari 2024. Nama Prabu Revolusi sudah dimuat dalam laman resmi PT KPI sebagai Komisaris Independen.

Pria kelahiran Bandung tahun 1980 ini awalnya berada dalam barisan pendukung capres-cawapres, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Di tengah jalannya Pemilu 2024, Prabu memutuskan berpindah haluan mendukung pasangan calon (paslon) presiden dan wapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Saat ini, Prabowo-Gibran merupakan pasangan yang paling sering disebut akan memenangkan Pilpres karena berdasarkan raihan suara sementara versi KPU, mereka sudah mendapatkan lebih dari 50 persen suara.

Prabu sendiri tercatat pernah bekerja dalam ranah jurnalistik seperti di Metro TV, RTV, CNN Indonesia, hingga menjadi pimpinan redaksi iNews TV. Dia juga merupakan dosen aktif di bidang komunikasi dan jurnalistik Universitas Paramadina. Nama Prabu menjadi sorotan karena pengangkatannya sebagai komisaris anak perusahaan Pertamina dinilai berkaitan dengan posisinya dalam jajaran pendukung Prabowo-Gibran.

Pengamat BUMN, Herry Gunawan, memandang bagi-bagi kursi di kalangan pendukung kubu capres-cawapres pemenang pemilu merupakan hal yang biasa terjadi. Masalahnya, hal tersebut tetap harus melalui pertimbangan kepantasan dan kepatutan.

“Jangan sampai, Pertamina dianggap sebagai tempat penampungan tim sukses Prabowo-Gibran, kasihan Pertamina,” ujar Herry kepada reporter Tirto, Senin (26/2/2024).

Menurut Herry, ada dampak buruk dari sisi persepsi masyarakat kepada BUMN jika penunjukan kursi komisaris dilakukan serampangan. Imbasnya, BUMN bisa dianggap menjadi penampungan politisi.

“Dalam manajemen risiko, ada yang dikenal dengan istilah risiko reputasi yang diukur dari persepsi pemangku kepentingan terhadap perusahaan. Gawatnya lagi, bisa bawa kepentingan yang bisa merusak BUMN, karena masuknya jadi komisaris karena utang budi,” tutur Herry.

Herry menilai, bisa saja penunjukan Prabu sebagai komisaris sudah ada pertimbangan latar belakang. Namun, menjadi janggal karena perombakan pucuk pimpinan anak perusahaan Pertamina dilakukan secara tiba-tiba.

Selain Prabu, ada satu nama lagi yang menjadi sorotan akhir-akhir karena diangkat menjadi komisaris anak perusahaan BUMN. Dia adalah Siti Zahra Aghnia yang merupakan istri dari Muhammad Arief Rosyid Hasan, Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda atau TKN Fanta Prabowo-Gibran. Rara, panggilan akrabnya, didapuk menjadi Komisaris Independen PT Pertamina Patra Niaga.

Rara diangkat menjadi komisaris pada awal Februari 2024. Dia tercatat mengambil jurusan Arsitektur Interior Reguler. Rara lulus dari Fakultas Teknik UI dan menyandang gelar sarjana pada 2013. Sedangkan Arief, memimpin tim TKN Fanta yang juga menaungi para pesohor dan artis pendukung Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024.

Herry pesimistis penunjukan Rara sebagai komisaris mempertimbangkan aspek kompetensi. Dia menyebut jabatan tersebut sebagai hadiah dari Menteri BUMN kepada Arief yang menjadi komandan TKN Fanta Prabowo-Gibran.

“Pertanyaannya, apakah Aghnia yang istrinya Arief Rosyid itu pantas jadi Komisaris Pertamina Patra Niaga? Mungkin itu hadiah untuk Arief dari Pak Erick Thohir,” ucap Herry.

Prabu Revolusi

Prabu Revolusi. youtube/Dr. Prabu Revolusi

Meritokrasi Dilangkahi

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai penunjukan unsur relawan, timses, ataupun parpol pendukung pemerintahan menjadi komisaris perusahaan BUMN sebagai tindakan melangkahi unsur meritokrasi. Penunjukan komisaris BUMN secara politis disebut akan mengikis profesionalitas BUMN.

“Membuat profesionalisme sekadar slogan karena ujung-ujungnya kan lebih ke arah kepentingan politik yang diakomodir dibandingkan benar-benar bertujuan untuk meningkatkan performa perusahaan,” ucap Bhima kepada reporter Tirto, Senin (26/2/2024).

Di sisi lain, kata Bhima, profesionalitas dari BUMN juga akan semakin banyak tertinggal meskipun laba BUMN beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan. Namun, dilihat dari indikator lain, hal tersebut turut disertai banyaknya BUMN yang tersangkut masalah korupsi dan perusahaan BUMN yang mengalami gagal bayar utang.

“Itu tidak terlepas juga dari fungsi komisaris yang diduduki oleh para relawan atau orang-orang yang lebih terlibat dalam kontestasi politik kemudian diberi hadiah menjadi komisaris. Nah, saya pikir itu yang akan mempengaruhi kinerja BUMN,” terang Bhima.

Bhima memandang, jika praktik politis penunjukan kursi pimpinan BUMN masif dilakukan rezim pemerintahan ke depan, perusahaan-perusahaan pelat merah justru akan kalah bersaing dengan swasta.

“Jangankan untuk di luar negeri, bersaing dengan perusahaan lain misalnya, untuk open tender di dalam negeri kalau tanpa bantuan dari APBN tanpa penyertaan modal negara dan proyek pemerintah BUMN sebenarnya sulit," jelasnya.

Penunjukan komisaris BUMN yang kental sebagai praktik hadiah politik juga marak terjadi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam dua periode pemerintahannya, jajaran pendukung Jokowi dalam Pilpres tidak sedikit merasakan kursi pucuk pimpinan perusahaan BUMN.

Misalnya, penunjukan Abdi Negara Nurdin atau yang lebih dikenal dengan Abdee Slank sebagai Komisaris Independen PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM). Abdee dan grup musiknya getol mempromosikan Jokowi dalam dua periode Pemilu.

Ada pula nama aktivis buruh, Andi Gani Nena Wea, yang sempat menjadi Ketua Umum Relawan Buruh Sahabat Jokowi saat pemilu. Saat periode kedua pemerintahan Jokowi, Andi ditunjuk menjadi Presiden Komisaris PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.

Selain itu, ada pula penunjukan eks Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada 2021. Kala itu, penunjukan Said Aqil hingga Abdi ke kursi pimpinan perusahaan BUMN juga menuai kritik karena dianggap hanya kepentingan politik semata dan tidak berdasarkan kompetensi.

Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 2022 mencatat, ada 46 pendukung Jokowi-Ma’ruf di Pemilu 2019 yang mendapatkan kursi jabatan komisaris perusahaan BUMN. Masalah lainnya, jabatan kursi komisaris ini juga diberikan kepada pejabat aktif di Kementerian/lembaga.

Berdasarkan jenis rangkap jabatan, ICW menemukan setidaknya terdapat 117 komisaris dan dewan pengawas yang berasal dari kementerian atau institusi negara per September 2023.

Padahal, dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dijelaskan pada Pasal 27 bahwa pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan ditetapkan oleh menteri. Namun, tidak disebutkan penunjukan komisaris perusahaan harus dengan mekanisme lelang atau seleksi terbuka secara umum.

Lebih lanjut, dalam Pasal 28 dijelaskan persyaratan yang harus dipenuhi untuk penunjukan anggota komisaris mempertimbangkan integritas, dedikasi, kemampuan manajemen hingga pengetahuan pada bidang usaha terkait. Tidak heran penunjukan Prabu dan Rara ke anak perusahaan Pertamina dibanjiri kritik karena kental unsur politis.

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Afriansyah Noor, menyampaikan penunjukan jajaran komisaris BUMN tidak ada intervensi dari pihaknya. Mengenai kedekatan hubungan Prabu dan Rara dalam lingkar pendukung paslon nomor urut 2, Afriansyah menyebut bahwa capres Prabowo memang dekat dengan banyak orang.

“Sepengetahuan saya, Pak Prabowo itu orang yang sangat arif dan bijaksana. Negarawan ya, tidak pernah dia menyodor-nyodorkan orang untuk dimintai jabatan, beliau tahu orang yang bekerja dan orang yang yang betul-betul maksimal untuk pemenangan beliau,” ujar Afriansyah kepada reporter Tirto, Senin (26/2/2024).

Reporter Tirto sudah meminta konfirmasi kepada pihak Kementerian BUMN lewat Staf Khusus III Menteri BUMN, Arya Mahendra Sinulingga. Namun, hingga berita ini ditulis, Arya tidak dapat dihubungi dan belum menjawab permintaan konfirmasi Tirto ke ponselnya.

Afriansyah Noor

Afriansyah Noor. tirto.id/Andhika

Politik Balas Budi

Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Bagus Prada, menilai penunjukan Prabu dan Rara sebagai politik balas budi. Hal ini jamak ditemui ketika masa-masa pemilu sudah mendekati akhir dan konsolidasi kekuasaan selanjutnya mulai terlihat.

“Dan istilahnya BUMN ini, mereka biasanya jadi semacam target sasaran dari fenomena apa yang dinamakan politik balas budi. Jadi mereka jadi tempat parkir relawan atau timses biasanya atau orang-orang yang berjasa memenangkan dari paslon pemenang pemilu ya seperti itu,” kata Bagus kepada reporter Tirto, Senin (26/2/2024).

Praktik ini, kata Bagus, memiliki potensi perilaku koruptif dalam tubuh BUMN. Sebab, memunculkan dugaan nepotisme dan membuat posisi komisaris perusahaan pelat merah tersandera oleh elite penguasa.

“Jadi orang dari sektor publik bisa masuk ke private, orang dari private bisa masuk ke sektor publik seperti itu. Yang mana itu jadi celah praktik-praktik yang punya kecenderungan koruptif,” ujar Bagus.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri