tirto.id - Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai sah-sah saja bila kubu paslon capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno memasukkan data-data kualitatif, seperti soal ketidaknetralan aparatur penyelenggara negara maupun BUMN.
Kata Ferry, selain data-data kuantitatif, kubu Prabowo-Sandi bisa menyertakan data-data adanya indikasi kecurangan lainnya asalkan harus disertai bukti-bukti yang kuat di persidangan nanti.
Hal ini agar majelis hakim MK bisa menyetujui dugaan-dugaan kubu Prabowo-Sandiaga bahwa telah terjadi kecurangan yang sistematis, terstruktur dan masif (STM) pada Pilpres 2019.
"Tentu harus ada bukti yang cukup kuat, yaitu betul-betul ada ASN atau TNI-Polri yang ditersangkakan melakukan tindakan sistematis, terstruktur dan masif," jelas Ferry kepada reporter Tirto, Senin (28/5/2019).
Kata Ferry, ASN dan Polri/TNI berhak memiliki pilihan masing-masing terhadap capres-cawapres tertentu. Namun, tentu saja soal pilihan ini hanya mereka yang tahu, dan khusus ASN bisa disalurkan saat pencoblosan.
"Harus ada pembuktian yang kuat karena mekanismenya seperti apa diindikasikannya, harus ditunjang dengan bukti-bukti yang kuat," jelas Ferry.
Mantan Komisioner KPU itu mengatakan dirinya tak bisa menilai apakah dalil-dalil yang diajukan ini bakal mengubah hasil Pemilu atau tidak. Hal ini karena menjadi wewenang penuh hakim konstitusi dan tak dapat diintervensi. Untuk itulah, BPN harus bisa membuktikan kecuramgan-kecurangan ini dengan bukti-bukti yang kuat.
"Harus ditunjang bukti-bukti kuat tak hanya sekedar asumsi maupun opini saja," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri