tirto.id - Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti menilai cara DPR mengubah tata tertib agar kompatibel dengan regulasi keliru. DPR telah mengubah Peraturan DPR RI 1/2020 tentang Tata Tertib perihal jumlah keanggotaan dalam Panitia Kerja Rancangan Undang-Undangan Ibu Kota Negara (RUU IKN).
“Mungkin RUU IKN itu penting bagi kita. Tapi tidak karena itu penting, kita rusak tata negara, sistem, dan tata cara bernegara kita," ujar Ray diskusi daring ‘Demi Ibu Kota Negara, Rusak Sistem Negara’ pada Senin (13/12/2021).
Pada 3 November 2021, DPR mengadakan rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk membentuk Panja RUU IKN dengan jumlah anggota 56 orang dan 6 orang pimpinan. Kemudian hal tersebut sah dalam Rapat Paripurna pada 7 Desember 2021.
Berdasarkan Peraturan DPR RI 1/2020 tentang Tata Tertib Pasal 104 ayat (2) jo Pasal 105 ayat (5) disebutkan bahwa jumlah keanggotan maksimal 30 orang dan diketuai 1 orang dan paling banyak 3 orang sebagai wakil ketua.
Sebab itu, Baleg DPR mengadakan rapat untuk mengubah Tatib tersebut pada 9 Desember 2021.
Menurut Ray, hal itu menunjukkan sikap anggota DPR yang merasa memiliki aturan tersebut. Dan mereka tak semata bebas mengubah tata tertib begitu saja.
“Kalau pun ada perubahan, mestinya mereka ubah dulu tatib dan tentukan ketetapan yang sesuai tatib. Bukan sebaliknya, mengabaikan etika dan prosedur," ujar Ray.
Tindakan DPR akan menjadi preseden buruk bagi kepastian hukum. “Ini kesewenangan dalam pembuatan regulai di institusi yang mestinya menjaga ketat alur itu," ujar Ray.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengatakan perubahan jumlah keanggotaan Pansus dalam Tatib DPR, mempertimbangkan kompleksitas dan substansi materi yang akan dibahas lintas komisi.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz