tirto.id - Permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan oleh Adiputra Kurniawan ditolak oleh Jaksa KPK karena tidak memenuhi syarat karena menjadi pelaku utama dalam menyuap mantan Dirjen Hubla Antonius Tony Budiono dalam kasus korupsi perizinan di lingkungan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tahun 2017.
"Kami berpendapat bahwa permohonan justice collaborator Adiputra Kurniawan tidak dapat dikabulkan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan," kata Jaksa KPK Takdir Suhan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Penolakan itu mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakukan bagi Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) serta Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung RI, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK Nomor: M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor: Per-045/A/JA/12/2011, Nomor 1 Tahun 2011, Nomor: KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
Dalam aturan tersebut, salah satu unsur yang harus dipenuhi untuk menjadi justice collaborator adalah bukan pelaku utama. Sementara Adiputra dinilai KPK sebagai pelaku utama karena menjadi pemberi suap kepada Antonius Tony Budiono. Sebagai informasi, Adiputra pernah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator pada 21 Desember 2017. Permohonan tersebut sudah disampaikan kepada penuntut umum.
Baca: Penyuap Mantan Dirjen Hubla Adiputra Dituntut Empat Tahun Penjara
Saat ini, Adiputra didakwa empat tahun penjara. Tuntutan tersebut dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti di persidangan bahwa Adiputra dinyatakan bersalah karena menyuap mantan Dirjen Hubla Antonius Tony Budiono sebesar Rp2,3 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adiputra Kurniawan berupa pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan," kata Jaksa KPK Dian Hami Sena di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Adiputra diduga memberikan uang dengan cara mentransfer dari rekening pribadi dengan nama samaran Yongkie Goldwing kepada Tony. Namun, untuk menyamarkan pemberian, Adiputra memberikan buku tabungan bernama Joko Prabowo sehingga Tony bisa menerima uang tersebut.
Penerimaan tersebut merupakan bentuk hadiah setelah Tony mengeluarkan sejumlah izin untuk perusahaan Adiputra. Tercatat, Tony menerbitkan izin untuk PT Adhiguna Keruktama yang dipimpin Adiputra untuk izin kerja keruk PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten dan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Kelas 1 Tanjung Emas Semarang tahun 2017.
Jaksa berpandangan, Adiputra telah melakukan suap secara sadar secara perseorangan. Adi telah terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto