tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan rencananya akan menggelar sidang perdana praperadilan atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Namun Biro Hukum KPK mengirim surat kepada Ketua PN Jakarta Selatan pada 31 Mei lalu, menyatakan tidak bisa hadir dan meminta pengadilan menunda persidangan.
"KPK meminta penundaan sidang karena tim Biro Hukum KPK masih menyiapkan surat-surat dan administrasi persidangan lebih dahulu," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulisnya pada Senin (7/6/2021).
Ali Fikri memastikan pihaknya akan hadir pada rencana sidang berikutnya.
Fikri pun menegaskan, penundaan ini tidak ada kaitannya dengan polemik mengenai tes wawasan kebangsaan yang sedang ramai dibicarakan publik.
"Kami memastikan pada persidangan berikutnya KPK akan hadir sebagimana penetapan hakim praperadilan dimaksud," kata Fikri.
Kasus ini bermula kala KPK menerbitkan SP3 terhadap penyidikan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Keduanya adalah pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang merupakan salah satu bank penerima kucuran dana BLBI. Keputusan itu diambil setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali atas putusan bebas terhadap terdakwa BLBI sebelumnya yakni Sjafruddin Arsyad Tumenggung.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menganggap keputusan itu tidak tepat sehingga pada 30 April 2021 mereka melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berharap Pengadilan membatalkan SP3 tersebut.
Ada tiga alasan KPK harus tetap melanjutkan perkara suami istri tersebut. Pertama, dalam surat dakwaan terhadap Sjafruddin dikatakan bahwa Sjafruddin melakukan perbuatan bersama-sama dengan Darajatun Kuntjoro Jakti. Artinya, meskipun Sjafruddin telah lepas, KPK bisa mengejar kasus Darajatun.
Alasan kedua, MAKI menyebut Indonesia menganut sistem hukum pidana kontinental warisan kolonial Belanda. Artinya, yurisprudensi tidak berlaku di Indonesia sehingga putusan bebas terhadap satu orang tidak serta merta berlaku bagi pihak lain.
Alasan ketiga, MAKI juga pernah memenangkan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung atas kasus yang sama, penerbitan SKL BLBI. Dalam putusannya, dikatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi.
Rencananya sidang perdana akan digelar hari ini pukul 10.00 WIB.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Restu Diantina Putri