tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, dua pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terlibat gratifikasi Hak Guna Usaha (HGU) lahan dengan luas lebih dari 2.000.000 meter persegi untuk sejumlah perkebunan sawit di Kalimantan Barat.
"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dugaan penerimaan gratifiaksi oleh pejabat BPN yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya" ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).
Dalam kasus ini, KPK meningkatkan status perkara dugaan penerimaan gratifikasi oleh Pejabat BPN terhitung tanggal 4 Oktober 2019, dengan dua orang tersangka.
Keduanya yakni Kepala Kantor Wilayah BPN Kalimantan 2012-2016 dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur 2016-2018, Gusmin Tuarita (GTU); dan Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat, Siswidodo (SWD).
Pada tahun 2013-2018, tersangka Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah ataupun melalui tersangka Siswidodo.
"Dalam proses tersebut, Tersangka SWD kemudian diduga memberikan uang secara tunai kepada tersangka GTU di kantor ataupun di rumah dinas," kata Laode.
"Atas penerimaan uang tersebut, tersangka GTU telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp22,23 miliar. Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening milik pribadi, rekening milik istrinya, rekening milik anak-anaknya," ujarnya.
Laode juga bilang, kasus penerimaan gratifikasi ini sangat memprihatinkan dilakukan para pejabat negara di BPN yang mestinya melayani masyarakat, baik perorangan ataupun perusahaan terkait pertanahan.
Namun, para pejabat tersebut malah menguntungkan diri sendiri dan menyahgunakan kewenangannya.
"Hal ini tentu dapat saja mendorong praktik ekonomi biaya tinggi dan juga tidak tertutup kemungkinan menjadi faktor penghambat investasi," ungkapnya.
"Terutama bagi pelaku usaha yang ingin mendirikan usaha perkebunan ata pertanian dan sejenisnya, harus mengeluarkan biaya illegal dan prosesnya dipersulit," lanjutnya.
Atas dugaan tersebut, dua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali