tirto.id - Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritik langkah Menko Perekonomian Darmin Nasution yang menutup akses publik terhadap informasi dan data kelapa sawit dengan alasan "melindungi".
Persoalan itu bermula dari munculnya surat No.TAN.03.01/265/D.II.M.EKON/05/2019 tertanggal 6 Mei 2019.
Manajer Kampanye Pangan, Air, & Ekosistem Esensial WALHI Wahyu A. Perdana menilai, langkah itu merupakan kemunduran dari upaya pemerintah menyelesaikan konflik lahan. Sebab masalah itu bergantung pada kejelasan dan transparansi data untuk mengatasi tumpang tindih kepemilikan lahan.
"Langkah itu dapat menyebabkan peningkatan konflik dengan perkebunan, akibat tidak jelasnya data. Padahal angka tertinggi luasan konflik berada pada sektor perkebunan," kata Wahyu saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (8/5/2019).
Wahyu mengkhawatirkan bila langkah Menko Darmin ini mengakibatkan tata kelola pemerintahan yang cenderung koruptif. Sebab menghambat sinkronisasi data antar kementerian yang seharusnya dapat dilakukan dengan lebih baik lewat keterbukaan informasi.
Hal ini tentu mengingat perbedaan data yang cukup signifikan antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Pertanian (Kementan).
Wahyu mengatakan, langkah Menko Darmin itu juga berarti bahwa mereka tengah berupaya memutus akses publik pada dokumen Hak Guna Usaha (HGU).
Dalam surat itu memang tertulis salah satu permintaan pemerintah pusat kepada kementerian dan daerah untuk mengklasifikasikan informasi dan data terkait HGU Kelapa sawit sebagai informasi yang dikecualikan.
Padahal masalah ini sudah lama menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebabnya melalui putusan bernomor register 121 K/TUN/2017, Mahkamah Agung sudah memutuskan agar pemerintah membuka data HGU sebagai informasi publik. Tapi, langkah ini tak kunjung dilakukan oleh kementerian yang berwenang.
Melihat hal ini, Wahyu mengatakan permasalahan bisa jadi tak hanya berada di Kementerian ATR/BPN saja, tetapi Kemenko Perekonomian juga.
Meskipun pemerintah telah memiliki kebijakan inpres 8/2018 tentang moratorium sawit, Wahyu ragu bila tanpa transparansi kebijakan ini benar dijalankan. Apalagi hingga saat ini belum ada laporan publik yang diberikan.
Hal ini juga mencangkup temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa sektor sawit memiliki catatan buruk terhadap kepatuhan pajak, bahkan pda 2014 saat ekspor meningkat pajak dari sektor sawit justru menurun.
Belum lagi hasil penelitian Walhi juga menduga pembiaran terhadap lahan konsensi ini dapat meningkatkan ancaman bencana ekologis dan kerusakan lingkungan
"Yang muncul justru langkah mundur oleh pembantu-pembantu presiden. Dalam kondisi ini presiden perlu bersikap tegas untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dan lingkungan hidup," ucap Wahyu.
Sebelumnya dalam surat yang ditanda-tangani oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Musdhalifah Machmud terdapat poin yang merujuk pada rencana" melindungi" data ini atas dasar kepentingan nasional.
Dalam poin 3 surat itu tertulis, "terhadap hal tersebut kementerian/lembaga dan daerah terkait mengklasifikasikan dan menetapkan data dan informasi mengenai Hak Guna Usaha (HGU) kebun kelapa sawit sebagai informasi yang dikecualikan untuk dapat diakses pemohon informasi publik," tulis surat yang ditembuskan kepada Menko Darmin itu sebagai laporan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno