tirto.id -
"Hal ini yang berbeda dengan pola konvensional atau offline yang ditunjukkan oleh perpindahan tempat, penjemputan, penampungan, dan pola eksploitasi yang manual," ujar Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah, dalam konferensi pers di KPAI, Jakarta Pusat, pada Jumat (29/3/2019).
Ai memaparkan, berdasarkan data KPAI selama 2018, terdapat 93 kasus prostitusi anak.
Salah satunya, kata Ai, prostitusi online yang melibatkan delapan anak di sebuah rumah di Ambin.
Modus serupa terjadi di Jakarta Barat, ada anak yang terlibat prostitusi melalui siaran langsung atau live streaming.
Dari sejumlah kasus yang dipaparkan oleh Ai, 80 persen diantaranya melalui rekrutmen secara online.
Ai mengatakan umumnya para korban bertemu dengan pelaku di media sosial, mulai dari Facebook, Whatsapp, Line, hingga WeChat.
Umumnya pula, para korban dijebak dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi, ataupun dijebak dengan hutang.
“Karena melihat unskill tapi ya [ada] kebutuhan mereka karena tidak sekolah dan dia juga merasa kalau bekerja yang oke, ya dia pikir mengapa tidak. Ternyata yang didapatkan bukan pekerjaan yang ramah,” ujar Ai.
Dengan itu, Ai mendorong agar terdapat literasi digital yang menyeluruh baik untuk anak, maupun orang tua.
“Karena bila orang tua tidak dibekali dengan pengetahuan penggunaan media digital, bagaimana mengetahui, mau mengawasi, mau mentransfer ilmu, kepada anak- anaknya yang membutuhkan pengawasan dan pendidikan mengenai penggunaan media sosial,” jelas Ai.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Nur Hidayah Perwitasari