Menuju konten utama

KontraS Desak Pemerintah Segera Revisi UU Peradilan Militer

KontraS menilai minimnya transparansi dan akuntabilitas jadi isu yang mengemuka dari sistem peradilan militer di Indonesia.

KontraS Desak Pemerintah Segera Revisi UU Peradilan Militer
Terdakwa Sertu Yalpin Tarzun (kedua kanan) dan Pratu Rian Hermawan (kanan) menjalani sidang putusan di Pengadilan Militer I-02 Medan, Sumatera Utara, Senin (29/5/2023). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/foc.

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah segera merevisi sistem peradilan militer di Indonesia. Langkah tersebut perlu dilakukan karena banyaknya kasus yang melibatkan para prajurit TNI dalam tindak umum yang diadili dalam sistem peradilan militer.

"Masih banyak kasus yang melibatkan para prajurit dalam tindak pidana umum yang diadili dalam sistem peradilan militer, maka kami berharap revisi UU Peradilan Militer segera dibahas dan dapat memperkuat sistem penegakan hukum, meniadakan celah impunitas, mendorong profesionalitas militer dan menghadirkan rasa keadilan di masyarakat," kata Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya saat menggelar aksi simbolik di depan Istana Negara dan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Minggu (8/7/2023).

Dimas mendorong reformasi peradilan militer menjadi prioritas. Kegentingan ini semakin terasa saat drama proses hukum atas dugaan korupsi di Basarnas mencuat.

"Dalam catatan banyak pihak termasuk Kontras, peradilan militer yang masih memproses tindak pidana umum menghasilkan tren vonis ringan bagi anggota TNI yang diseret ke meja hijau antar sesama penggawa militer tersebut," ujar Dimas.

Dia mencontohkan dalam pengadilan militer atas Tim Mawar pada kasus penghilangan paksa aktivis 97-98 hingga pengadilan militer terhadap pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia, Luther dan Apinus Zanambani.

"Minimnya transparansi dan akuntabilitas juga jadi isu yang mengemuka dari sistem peradilan militer di Indonesia," sambung Dimas.

Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui pihaknya telah melakukan kesalahan karena telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Koorsmin Kabasarnas Letnan Kolonel Adm Afri Budi Cahyanto dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

"Ketika melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Jumat, (28/7/2023).

Johanis mengatakan pihaknya telah menyampaikan permohonan maaf kepada jajaran pimpinan TNI melalui Puspom TNI yang hari ini mendatangi Gedung KPK.

"Oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Johanis.

Dia berharap, ke depan dapat terwujud kerja sama yang baik antara KPK dengan TNI dan aparat lain dalam penanganan tindak pidana korupsi. Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pencarian korban reruntuhan, salah satunya Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.

Baca juga artikel terkait REVISI UU PERADILAN MILITER atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Intan Umbari Prihatin