tirto.id - Amerika Serikat menolak klaim teritorial China atas Laut China Selatan (LCS). Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa klaim China atas teritori tersebut tidak memiliki legalitas yang jelas. Dan menurutnya tindakan tersebut sangat intimidatif terhadap negara lain yang juga mengklaim kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) tersebut.
Sebaliknya perwakilan dari Kedutaan Besar China di AS menyebut pernyataan tersebut tidak berdasar dan dapat menyulut perselisihan kedua negara di kawasan. Sebelumnya, Pompeo juga mendesak arbitrase PBB untuk menetapkan resolusi perdamaian atas perselisihan di kawasan serta menolak klaim China di bawah Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS.
AS Dukung Anggota UNCLOS
Menurut Amerika Serikat, negara-negara penuntut, di bawah konvensi hukum laut PBB (UNCLOS), harus memiliki kebebasan bernavigasi melalui EEZs di laut dan tidak perlu memberi tahu orang-orang yang menuntut kegiatan militer.
Amerika Serikat meyakini bahwa negara yang mengklaim LCS di bawah Konvensi Hukum Laut PBB (beberapa negara Asia Tenggara) seharusnya memiliki kebebasan bernavigasi melalui laut ZEE dan tidak diperbolehkan ancaman militer terhadap negara pengklaim tersebut. Terlebih China menolak keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag yang mempermasalahkan klaim China Tersebut.
Dilansir dari CFR, Peran Amerika Serikat di LCS ialah mencegah eskalasi militer akibat pertikaian teritorial. Perjanjian pertahanan Pemerintah AS dengan Manila dapat menarik Amerika Serikat dalam potensi konflik China-Filipina atas sumber daya cadangan gas alam yang substansial dan perikanan di kawasan sengketa.
Kegagalan para pemimpin China dan Asia Tenggara atas penyelesaian sengketa secara diplomatis dapat melemahkan hukum internasional yang mengatur konflik maritim.
Perseteruan kedua negara tersebut sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini. Dalam artikelnya di The Diplomat, Hu Bo, direktur dari South China Sea Strategic Situation Probing Initiative (SCSPI) mengatakan bahwa situasi pandemik ini membuat ketegangan antara kedua negara semakin menjadi-jadi.
AS khawatir jika China akan mengambil kesempatan sebagai kekuatan super power di tengah kekosongan sementara atas kekuasaan global. Terlebih di masa krisis pandemi Covid-19 di mana AS menjadi negara dengan jumlah korban kematian terbanyak (134 ribu kematian) sedangkan situasi pandemi di China mulai mereda. Hal tersebut terlihat dari sikap AS yang memberikan tekanan diplomatis kepada China.
China Menuding AS Memprovokasi
Sedangkan China merasa bahwa kebijakan laut China selatan dari AS semakin parah bahkan selama masa situasi pandemik seakan Amerika serikat berupaya untuk memprovokasi China. Pemerintah China juga merasa yakin jika AS termotivasi oleh kompetisi kekuasaan sehingga hanya terfokus pada kegiatan China dan mengabaikan klaim kawasan dari negara lain
Ketegangan antar kedua negara di masa pandemi ini terlihat sejak pertengahan April. Yaitu ketika AS mengirimkan beberapa kapal perang termasuk USSAmerica LHA-6 ke sekitar LCS untuk menghalangi operasi China pada kapal Haiyang Dizhi 8 dan West Capella.
Pada saat yang sama, Angkatan Laut China juga memiliki sejumlah kapal perang di kawasan tersebut. China juga diyakini melakukan pengintaian dan konter-pengintaian dari kapal induk Liaoning.
Salah satu Pejabat Angkatan Laut China mengatakan bahwa konfrontasi kedua negara di lautan sempat sangat intens, Bahkan salah satu kapal perang AS pernah mendekati ke kapal induk China dalam jarak 100 meter.
Kemudian Pada awal Juli, untuk pertama kalinya sejak enam tahun terakhir AS mengirimkan 2 kapal induk ke kawasan LCS yang ditujukan untuk pelatihan militer angkatan laut ke Laut Filipina yang merupakan lautan terbuka dan tentu saja berdekatan dengan LCS.
AS dan China Berebut Pengaruh di Kawasan Laut China Selatan
Analis Carl Schuster mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik Amerika Serikat, berpendapat bahwa langkah mengirimkan dua kapal induk tersebut untuk menunjukan kekuatan militer AS di hadapan China. Karena hanya AS yang memiliki 2 kapal induk, sedangkan China hanya punya satu.
"Skala yang berbeda dari kekuatan tempur yang dipertunjukkan antara Angkatan Laut China dan Angkatan Laut Amerika Serikat akan terlihat jelas. Hal tersebut dapat mengirimkan sinyal militer dan geopolitik kepada China dan kawasan tersebut, Latihan Angkatan Laut AS itu untuk menunjukkan siapa yang memiliki kekuatan potensial lebih besar," jelas Schuster.
Menurut Hu Bo, Alasan Amerika Serikat mempertahankan dan memperluas kehadiran Militer di kawasan LCS ialah karena Negeri Paman Sam tersebut mementingkan keunggulan maritim, kebebasan bernavigasi, dan komitmen keamanan di kawasan lain khususnya LCS sejak akhir Perang Dunia.
Sedangkan kepentingan China atas kawasan tersebut ialah untuk kedaulatan territorial, yurisdiksi kelautan, dan jalur komunikasi laut. Menurutnya, sejalan dengan perkembangan militer China, sangat wajar jika semakin banyak platform militer aktif di kawasan tersebut.
Penulis: Mochammad Ade Pamungkas
Editor: Agung DH