tirto.id - Komnas Perempuan meluncurkan hasil penelitian terkait femisida bertajuk "Lenyap dalam Senyap: Korban dan Keluarga Berhak atas Keadilan. Kegiatan ini merupakan rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP).
Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani menyebut bahwa femisida atau pembunuhan terhadap perempuan adalah bentuk paling ekstrem dari kekerasan terhadap perempuan.
"Femisida adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan paling ekstrem. Pada banyak kasus tampak kepuasan sadistik pihak pelaku terhadap korban," kata Andi dalam pemaparannya di Jakarta, Senin, 28 November 2022.
Sementara itu, Anggota Komnas Perempuan Rainy M. Hutabarat menyebut bahwa perbedaan femisida dengan pembunuhan lain adalah adanya latar belakang relasi kuasa yang mendorong dibunuhnya perempuan akibat identitas gendernya.
"Perbedaannya (femisida dengan pembunuhan umum) ada nilai ketimpangan relasi kuasa, agresi dan lain sebagainya, serta didorong oleh superioritas terhadap perempuan.
Andi menyebut terminologi femisida belum banyak dikenal di Indonesia, akibatnya, data terpilah antara pembunuhan umum dengan femisida belum tersedia sehingga penanganannya juga minim.
"Di Indonesia kata femisida belum banyak dikenali, bahkan data pilah pembunuhan berdasarkan jenis kelamin belum tersedia," kata Andi.
Padahal menurut Andi, hal tersebut penting untuk mencegah potensi kekerasan yang berpotensi berujung pada femisida. Misalnya, KDRT yang berujung pada pembunuhan.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri