tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan investigasi ulang soal konflik lahan pembangunan Sirkuit Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dapat dilakukan jika terdapat aduan.
Komisioner Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan aduan yang dimaksud bisa melalui warga terdampak, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga pihak-pihak yang merasa terdampak.
Hal tersebut dikatakan Prabianto saat rilis laporan riset “Dampak HAM dan Sosio-Ekonom Pembangunan Proyek Infrastruktur Mandalika” di Jakarta Pusat, Senin (10/4/202).
"Jadi saya sudah katakan, mekanisme kerja Komnas HAM itu sesuai dengan aduan. Terus terang kalau aduannya tidak menuntut dilakukan investigasi ulang atau tidak menuntut Komnas HAM, kami sangat susah melakukan pemantauan, jadi ini sangat bergantung kalau ada aduan yang masuk," kata Prabianto.
Dia menuturkan jika terdapat intimidasi hingga tindak kekerasan dari aparat, Komnas HAM akan melakukan pemantauan ke lapangan langsung untuk menanyakan kepada pihak yang bersangkutan.
"Kalau terjadi tindakan yang berlebihan dari aparatur, ya sehingga tadi harus ada perlindungan hukum, jadi harus ada pemantauan yang akhirnya keluar rekomendasi tadi," ucapnya.
Apabila diperlukan, Komnas HAM akan menggelar mediasi terhadap warga yang terdampak dengan aparat keamanan hingga korporasi pengelola Sirkuit Mandalika yakni PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
"Paling tidak bagi para pengadu, katakanlah aduannya lewat mediasi, nanti kita akan duduk sama-sama, lalu masing-masing berhadapan, lalu apa saja tuntutannya, sehingga kita bisa mencapai titik kesepakatan," tuturnya.
Komnas HAM sebelumnya mengungkapkan sebanyak 48 warga korban penggusuran sirkuit Mandalika belum mendapatkan ganti rugi dari PT ITDC.
Komnas HAM juga telah melakukan penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi terkait permasalahan Sirkuit Mandalika pada 15 Oktober 2020. Hal tersebut dilakukan karena aduan dari 15 orang warga yang menuntut pembayaran atas 17 bidang lahan di Sirkuit Mandalika.
Salah satu rekomendasi tersebut yaitu PT ITDC harus segera membayar tiga bidang lahan yang terverifikasi sebagai lahan enclave. Kemudian membayar ganti rugi bangunan beserta tanam tumbuh yang ada di atas tiga bidang lahan yang diklaim warga tapi sudah dikosongkan.
Selain itu, kedua pihak yakni warga dan pengembang juga direkomendasikan harus segera melakukan klarifikasi, identifikasi, verifikasi data, dokumen, dan lokasi terhadap 11 bidang.
Meski begitu, Prabianto menuturkan rekomendasi ini sifatnya tidak mandatori dan tak memiliki kekuatan untuk memaksa
"Memang Komnas HAM punya kewenangan untuk melaporkan ke DPR RI dan bisa mencantumkan rekomendasi apa yang kalo memang tidak ditindaklanjuti instansi pemerintah," kata Prabianto.
"Tetapi kalau kasus-kasus yang sifatnya tidak menjadi perhatian publik yang luas, memang tidak bisa sampai ke sana," tambahnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan