tirto.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan, Kementerian Agama tetap bisa mengerjakan proyek Kartu Nikah asalkan sesuai peraturan yang berlaku. Menurut Ace, penggarapan kartu tersebut juga hanya memakan dana kurang lebih Rp 600 juta.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mengingatkan agar kebijakan kartu nikah tidak menjadi masalah yang terulang seperti korupsi e-KTP.
"Bagi kami selagi kebijakan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kenapa tidak? Toh, selama ini kita tahu bahwa ada beberapa kebijakan seperti pembuatan kartu-kartu lain yang dilaksanakan oleh swasta," kata Ace pada Senin (26/11/2018) siang di kompleks DPR RI.
Ia menilai, hal tersebut tak menjadi masalah asal dapat dilakukan secara transparan dan terbuka serta tak menyalahi aturan Kemenag.
"Kemarin saya cek ke Ditjen Bimas Islam bahwa anggarannya sudah ada. Sekitar 600 rupiah per kartu, dan akan dicetak sebanyak satu juta kartunya," kata Ace. Itu artinya dana yang akan digunakan sebesar Rp 600 juta.
"Nanti bisa dicek persis angkanya, jadi tidak sampai bermiliar-miliar seperti e-KTP sekian triliun," lanjut Ace.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) berencana akan meluncurkan Kartu Nikah untuk meningkatkan layanan pencatatan pernikahan. Kartu Nikah akan diberikan kepada pengantin, bersamaan dengan pemberian buku nikah usai dilaksanakan akad nikah.
"Ini diberlakukan bagi pasangan yang menikah setelah aplikasi Simkah [Sistem Informasi Manajemen Nikah] Web diluncurkan pada tanggal 8 November 2018. Jadi, pengantin akan mendapatkan buku nikah dan Kartu Nikah sekaligus," tutur Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Mohsen, di Jakarta, Senin (12/11/2018).
Kartu Nikah, menurut Mohsen, merupakan inovasi pelayanan nikah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag. Kartu Nikah merupakan kartu identitas nikah berbasis teknologi informasi yang mudah dibawa dan memiliki akurasi data.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto