tirto.id -
"Karena kebijakan zonasi ini seperti bencana bagi daerah, karena ini harus diterapkan secara nasional yang harus dipaksakan di daerah-daerah. Padahal di daerah-daerah itu belum siap," ujar anggota KMSPP Ubaid Matraji saat di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Apalagi Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga melihat, kesenjangan mutu antara sekolah satu dengan lembaga pendidikan lainnya masih sangat jauh.
Sehingga ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memaksakan sistem zonasi, akan terjadi kegaduhan di beberapa daerah, hingga sampai terjadi penolakan.
"Jadi stop zonasi ya, jadi zonasi jangan diberlakukan secara nasional, jangan dipaksakan, jadi daerah yang belum siap, ya biarin mereka jangan menggunakan zonasi dulu. Tapi kalau daerah-daerah yang Jakarta siap dengan kesenjangan mutunya enggak terlalu tinggi, ya silakan," ucapnya.
Menurutnya, daerah selain DKI Jakarta hingga saat ini belum siap menggunakan sistem tersebut. Sehingga jika Kemendikbud tetap ingin memaksakan menggunakan sistem ini secara nasional, pihaknya meminta agar pemerintah harus fokus dahulu pada dasar atau hulunya, yakni mutu pendidikan.
"Jadi perlu diperbaiki dulu, kalau mutu pendidikan bagus, sekolah bagus, mutunya merata, pasti ujungnya bagus," tuturnya.
Ia juga menilai selama ini dengan adanya sistem zonasi, belum ada pemerataan pendidikan seperti yang diharapkan oleh Kemendikbud. Menurutnya, saat ini sistem zonasi hanya baru pemerataan akses pendidikan saja.
Sehingga kata dia, sistem zonasi hanya memaksa anak untuk sekolah yang aksesnya dekat dengan rumahnya.
"Masalahnya orang tua enggak rela menyekolahkan anaknya di sekolah yang dekat rumah dengan mutu rendah. Zonasi ini adalah persoalan yang ada di hilir. Jadi hulunya dibenerin dulu, mutunya dibagusin dulu, diratakan dulu, dengan begitu, orang tua akan senang hati sekolah di mana saja," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari