Menuju konten utama
7 Oktober 1919

KLM: Maskapai Penerbangan Tertua di Dunia yang Kiwari Masih Eksis

Kehadiran KLM yang melayani rute penerbangan Amsterdam-Batavia pada 1927 menjadi pemicu dirintisnya maskapai penerbangan di Hindia Belanda.

KLM: Maskapai Penerbangan Tertua di Dunia yang Kiwari Masih Eksis
Ilustrasi Mozaik Maskapai Tua Belanda. tirto.id/Trinanda Prasetyo

tirto.id - Warsa 1919, Albert Plesman, perwira penerbang muda Angkatan Udara Belanda bermimpi membangun sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Belanda, tanah kelahirannya. Ia ingin menerbangkan pesawat komersial untuk melayani warga sipil.

Untuk mewujudkan mimpinya, Plesman mencari sokongan dana dari berbagai pihak dan perusahaan yang ada di Belanda. Ia akhirnya mendapatkan donor yang telah lama diangankannya dari sebuah perusahaan pelayaran Amsterdam, yang sebelumnya telah sukses mensponsori pameran penerbangan bernama "Elta" di Amsterdam.

Selain itu, Kerajaan Belanda juga tertarik untuk memberikan dukungan pada proyek Plesman. Mereka menawarkan penggunaan gelar kehormatan ratu Koninklijke, yang berarti "kerajaan", sebagai nama perusahaan penerbangan tersebut.

Akhirnya, pada 7 Oktober 1919, tepat hari ini 102 tahun lalu, bertempat di Den Haag, Belanda, perusahaan penerbangan komersial yang diangankan oleh Plesman resmi berdiri dengan nama Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM).

KLM menjadi perusahaan penerbangan pertama di Belanda, juga perusahaan penerbangan komersial tertua di dunia yang masih beroperasi sampai sekarang.

Pada tahun-tahun awal berdiri, KLM tak hanya fokus pada penyediaan jasa angkutan penumpang, tapi juga penyediaan jasa angkutan surat dan barang. Rute yang ditawarkan masih terbatas pada penerbangan domestik antarkota di Belanda. Beberapa waktu kemudian barulah rute penerbangan KLM diperluas untuk menjangkau kota-kota di luar Belanda seperti London, Paris, Oslo, dan Athena.

Kerajaan Belanda memiliki banyak koloni di hampir seluruh belahan dunia, membentang dari Asia sampai Karibia. Maka itu, KLM segera memetakan rute untuk menghubungkan koloni-koloni tersebut dengan Kerajaan Belanda sebagai pusatnya.

Pada 1927, KLM menetapkan rute penerbangan dari Amsterdam ke Batavia. Panjang perjalanannya sejauh 8.700 mil dan memakan waktu kurang lebih 11 hari penerbangan. Pembukaan rute baru lintas benua ini kelak membawa perubahan yang besar terhadap industri penerbangan di tanah jajahan, terutama di Hindia Belanda.

Penerbangan Komersial di Hindia Belanda

Kehadiran KLM membuat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tertarik untuk mengembangkan industri penerbangan komersialnya di tanah jajahan. Namun, mereka masih ragu karena terkendala fasilitas penunjang industri penerbangan yang masih sangat minim. Sejak tahun 1930-an, sejumlah lapangan terbang dibangun di beberapa kota, tetapi tetap masih belum memadai untuk melayani penerbangan komersial.

Kendala lain, seperti ditulis Dwi Adi Wicaksono dalam Membangun Jembatan Udara: Pembentukan dan Nasionalisasi Maskapai Penerbangan Sipil Indonesia (1928-1962) (2018), adalah persoalan modal dan pengelolaan apabila maskapai benar-benar terbentuk. Kala itu, penerbangan di Hindia Belanda masih dikelola oleh militer, termasuk penerbangan untuk mengangkut pegawai sipil pemerintahan. Pemerintah kolonial meragukan kompetensi militer apabila diserahi tanggung jawab sebagai operator penerbangan sipil. (hlm.54-55).

Infografik Mozaik Maskapai Tua Belanda

Infografik Mozaik Maskapai Tua Belanda. tirto.id/Trinanda Prasetyo

Golongan yang paling getol mendorong rencana pembentukan maskapai penerbangan komersial adalah para pegawai, manajer, serta pengusaha perkebunan dan pertambangan. Mereka biasanya sering melakukan kunjungan kerja lapangan ke daerah-daerah sehingga membuthkan moda transportasi yang cepat. Akhirnya pada 1928 pemerintah mendirikan perusahaan penerbangan bernama KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchvaart Maatschappij).

Saham KNILM berasal dari hasil patungan berbagai perusahaan Eropa, termasuk KLM milik Kerajaan Belanda yang menjadi salah satu pemegang saham utamanya. KLM juga berperan dalam penyediaan pilot dan teknisi ahli pesawat pada awal-awal pengoperasian.

Rute pertama yang dilayani KNILM adalah dari Batavia menuju Bandung dengan jadwal penerbangan sekali dalam seminggu, serta Batavia ke Surabaya (transit di Semarang) sekali setiap hari. Rute kemudian bertambah dengan melayani penerbangan Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan. Bahkan sampai ke Singapura dan Australia sebanyak sekali dalam seminggu di kemudian hari. Batavia sebagai pusat KNILM mempunyai dua bandara yakni di Kemayoran dan Cililitan.

Dari data yang diperoleh Dadan Adi Kurniawan dalam tulisannya yang berjudul, “Menelusuri Jejak Awal Penerbangan di Indonesia”, disebutkan bahwa pesawat yang digunakan kala itu adalah adalah pesawat jenis fokker seperti Fokker F.VIIb dan Fokker F.XII yang hanya bisa menampung 2 sampai 5 penumpang. Pesawat ini awalnya hanya digunakan untuk keperluan mengangkut kantong-kantong surat, bukan untuk mengangkut manusia. Baru pada awal tahun 1930-an mulai digunakan untuk mengangkut manusia walaupun masih dalam jumlah terbatas (hlm. 7).

Seiring waktu, mulailah berkembang jenis pesawat pengangkut lain yang dapat menampung lebih banyak penumpang seperti pesawat DC-3, DC-5, dan Sikorsky S-43. Tak hanya itu, dibantu KLM, KNILM terus menambah rute penerbangan baru dengan melayani penerbangan ke Australia dan sejumlah negara Asia.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Mustaqim Aji Negoro
Editor: Irfan Teguh