Menuju konten utama

KJRI Hong Kong Terapkan Kode Etik Agen TKI

KJRI Hongkong menertapkan Kode Etik Penempatan TKI guna memerangi agen TKI ilegal. Kode etik itu berisi berbagai ketentuan yang terkait dengan kewajiban, larangan dan sanksi selama TKI bekerja di Hong Kong.

KJRI Hong Kong Terapkan Kode Etik Agen TKI
Hong Kong. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong menerapkan Kode Etik Agen Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong, guna memerangi agen TKI ilegal. Kode etik tersebut disusun dengan merujuk pada peraturan yang berlaku di Hong Kong dan Indonesia, termasuk Code of Practice for Employment Agencies 2017

"Dengan penerapan kode etik tersebut, setiap agen bersaing secara kompetitif dan fair. Selama ini kan ada yang sesuai prosedur, disiplin, tapi ada pula agen yang lewat samping, dan lainnya," kata Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono kepada Antara di Hong Kong, Jumat (18/2/2017) malam.

Kode etik tersebut berisi berbagai ketentuan yang terkait dengan kewajiban, larangan dan sanksi, termasuk kewajiban dalam proses perolehan akreditasi, kedatangan awal TKI dan selama TKI bekerja di Hong Kong. Pelanggaran dibagi dalam bentuk pelanggaran ringan pelanggaran sedang dan pelanggaran berat. Sanksi diputuskan oleh tim citizen service KJRI Hong Kong dalam bentuk peringatan tertulis pemberhentian sementara kegiatan penempatan TKI dan pencabutan tanda daftar.

Kode etik tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2017. Hermono mengatakan dengan penerapan kode etik, dan sistem yang terintegrasi antara perwakilan RI di negara penempatan TKI dengan BNP2TKI, akan mudah mengetahui di mana TKI bekerja, kontrak kerjanya seperti apa, berapa gaji yang diterima dan seterusnya.

"Selama ini kan, sejumlah TKI tidak diketahui keberadaannya, di negara penempatan. Jika ada kasus, data tidak ada, agennya juga tidak. Sulit kita melakukan pelacakan dan perlindungan. Maka, dengan kode etik ini kita ingin mendidik agen untuk memiliki tanggung jawab," tuturnya.

Hermono menargetkan penerapan kode etik tersebut dapat memberikan dampak signifikan dalam enam bulan. "Jika dalam enam bulan itu, dapat berjalan stabil dan memberi dampak signifikan, maka kita terapkan di Singapura," ungkapnya.

Hong Kong dan Singapura, menurut Hermono, memiliki karakter persoalan yang mirip sebagai negara tujuan penempatan TKI.

"Orang sering melihat, tidak ada masalah terkait TKI di Singapura dan Hong Kong, karena Singapura serta Hong Kong memiliki aturan penegakan hukum, serta perlindungan yang bagus. Padahal banyak masalah yang terkait TKI, yakni agen nakal. Di Singapura ada 60 ribu TKI yang tidak diketahui keberadaannya, KBRI maupun BNP2TKI, tidak tahu. Untungnya Singapura penegakan hukumnya bagus. Tapi itu saja tidak cukup," ujarnya.

Baca juga artikel terkait TKI ILEGAL atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora