Menuju konten utama

Kisruh Pemilihan di Luar Negeri, Mungkinkan Terulang di Indonesia?

Karena personel yang sedikit dan data pemilih yang tak akurat, para pemilih WNI di luar negeri banyak yang kehilangan hak suaranya. Hal ini tak boleh terulang di Indonesia.

Kisruh Pemilihan di Luar Negeri, Mungkinkan Terulang di Indonesia?
Ketua KPU Kota Kediri Agus Rofiq memimpin rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan daftar pemilih pindahan di Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (18/2/2019).ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.

tirto.id - Hari pencoblosan Pemilu 2019 di luar negeri tak bisa dibilang lancar. Sejumlah masalah muncul, terutama terkait mengularnya antrean hingga membuat banyak orang tak bisa memberikan suara.

Ini misalnya terjadi di Sydney, Australia. Hingga waktu pemilihan habis dan TPS ditutup, pukul 18.00, sangat banyak WNI--yang sebagian besar datang satu jam sebelum TPS ditutup--belum memilih.

Video pemilih marah-marah karena pintu TPS ditutup bahkan viral di media sosial.

Hal serupa terjadi di Osaka, Jepang. Salah seorang WNI yang juga ikut mencoblos pada hari itu, Gugi Yogaswara, mengatakan kepada reporter Tirto kalau suasana di lantai 22 Gedung Konsulat Jenderal RI Osaka, lokasi pemilihan, tiba-tiba ramai pukul tiga sore. Antrean pun mengular.

Daftar pemilih di luar negeri terdiri dari tiga golongan. Mereka adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Dalam prosedur pencoblosan, pemilih yang sudah terdaftar di DPT mendapat giliran lebih awal, yaitu sejak pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Setelah itu, akan ada waktu registrasi ulang untuk DPTb dan DPK.

Masalahnya, Gugi bilang, ketika antre sudah tak jelas lagi siapa yang masuk DPT, DPTb, dan DPK. Semua berbaur.

"Antrenya juga enggak jelas. Karena kami enggak mengerti itu untuk golongan apa. Jadi semua bercampur, mau yang sudah terdaftar namanya dengan yang sama sekali belum terdaftar dan benar-benar baru datang," terang Gugi.

Hal ini yang lantas membuat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, marah-marah. BTP adalah satu dari sekian banyak orang yang memilih di Osaka. Videonya lantas juga viral seperti video di Sydney.

Gugi bilang hingga TPS tutup, ada sekitar 100 WNI yang gagal mencoblos.

Sementara di Kuala Lumpur, Malaysia, kekacauan terjadi karena hanya tiga TPS yang dibuka PPLN Kuala Lumpur. Ketiga TPS itu ada di KBRI Kuala Lumpur Tun Razak, Wisma Duta di Jalan U Thant, dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur di Jalan Tun Ismail.

PPLN Kuala Lumpur awalnya membuka 225 TPS. Namun itu menyusut karena perkara izin.

Tidak Akuratnya Data Pemilih

Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta, masalah-masalah ini terjadi karena tidak akuratnya data pemilih. Ditambah jumlah personel yang kurang untuk mengatur antrean di lapangan dan memberi penjelasan, jadilah hingga TPS tutup banyak yang tak bisa memberikan suaranya.

"Adanya calon pemilih yang membludak dan banyak yang tak terlayani atau tak bisa memilih menunjukkan bahwa pencatatan DPT-nya tak akurat," ujar Kaka kepada reporter Tirto, Senin (15/4/2019) siang.

Kaka bilang KPU harus bertanggung jawab dan memastikan agar itu tak lagi terulang di dalam negeri--yang menurutnya potensial terjadi.

Namun Komisioner KPU Ilham Saputra menjanjikan apa yang terjadi di Sydney, Osaka, dan Kuala Lumpur tak akan terjadi di Indonesia. Sebab, tak seperti di luar negeri, jumlah pemilih per TPS di seluruh Indonesia tidak mencapai ribuan.

"Jumlah pemilihnya berbeda. Di Sydney, Osaka dan Kuala Lumpur pemilihnya ribuan," ucap Ilham kepada reporter Tirto.

Ia juga mengatakan pemungutan suara di luar negeri secara umum tak ada masalah berarti kecuali di tiga tempat yang tadi disebut.

"Banyakan yang sukses dibandingkan yang bermasalah. Yang bermasalah, kan, cuma Sydney, Osaka, Kuala Lumpur," tambahnya.

Meski demikian, ia tetap mengatakan agar masyarakat tidak mengulur-ulur waktu untuk datang ke TPS yang buka sejak pukul 07.00 hingga 13.00.

Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan durasi buka TPS tak kaku. Pemilih yang sudah mengisi daftar hadir atau mengisi formulir C7 saat berada di TPS akan tetap dilayani meski jam sudah menunjukkan pukul 13.00.

"Dalam hal jam 13.00 masih terdapat antrean, maka pemilih masih dapat dilayani dengan syarat pemilih sudah mendaftar/menulis di daftar hadir (formulir C7) sebelum jam 13.00," kata Hasyim lewat keterangan tertulis.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino