tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai perlu pengawasan yang ketat dan melekat dalam program Kartu Prakerja, bukan hanya melibatkan KPK namun juga perlu menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
“Saya berpandangan bukan hanya KPK yang harus jeli dan ketat dalam mengawasi, tapi saya meminta PPATK untuk memantau setiap transaksi keuangan khususnya pihak-pihak atau perusahaan dan pengusaha yang terlibat dan atau terafiliasi dalam pelaksanaan Kartu Prakerja ini,” kata Didik, Jumat (1/5/2020).
Menurut dia, kalau perlu BPK juga harus melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja. Selain itu, Kepolisian, Kejaksaan, Inspektorat, masyarakat harus aktif melakukan pengawasan.
Didik menilai sebenarnya KPK bisa melakukan analisis dan membuat kajian terkait pelaksanaan Kartu Prakerja untuk menutup celah korupsi, dan juga sebagai upaya mencegah korupsi, serta meminimalisir potensi kerugian keuangan negara dan disampaikan kepada pemerintah.
“Dengan pengawasan dini tersebut, saya berharap apabila ada yang nyata-nyata melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan dan melakukan korupsi baik pejabat maupun pihak swasta termasuk penyedia 'platform' digital, segera lakukan tindakan preventif, tangkap, cegah dan perbaiki,” kata dia.
Dia menjelaskan program tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang ketat, karena menggunakan uang negara yang cukup besar, yaitu di tahun 2020 mencapai Rp20 triliun dengan melibatkan 5,6 juta orang calon penerima manfaat Kartu Prakerja.
Didik mengatakan, dari anggaran tersebut, ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp5,6 triliun yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital.
"Bahkan penyedia platform digital tersebut sebagai mitra Kartu Prakerja, keberadaannya tidak melalui mekanisme lelang," katanya.
Dia mengatakan, proses eksekusi program tersebut untuk beberapa hal masih dianggap tidak transparan dan akuntabel, bahkan ada beberapa anggapan tentang adanya potensi KKN, dagang pengaruh atau "trading influence".
Karena itu, Didik menilai sangat diperlukan pengawasan yang ketat dan melekat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, penyimpangan dan korupsi.