tirto.id - Kampung Jogokariyan bisa jadi alternatif destinasi para pelancong saat bertandang ke Yogyakarta di kala Ramadhan. Selama bulan puasa, kampung yang terletak di Kemantren Mantrijeron ini selalu meriah setiap menjelang Magrib sampai lepas Tarawih.
Dari pusat Kota Yogyakarta, untuk mencapai Jogokariyan tinggal bergerak ke selatan lewat Jalan Parangtritis. Lokasinya berada di sebuah jalan sebelah utara SPBU yang mengarah ke barat.
Juru parkir mengarahkan saya untuk segera memarkir kendaraan sejak berbelok memasuki Jalan Jogokariyan. Saya tiba di lokasi sekitar pukul 16.30 WIB, jalanan sudah padat.
Saya harus berjalan kaki dengan perlahan dan berdesakan untuk mencapai Masjid Jogokariyan yang menjadi pusat keramaian. Sementara di tepian jalan berjajar para pedagang yang menawarkan berbagai makanan.
Setelah mencapai masjid, saya baru paham kenapa orang-orang berjejalan. Ternyata, pengelola masjid menyediakan menu buka puasa atau takjil gratis. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 3.500 porsi yang disajikan menggunakan piring beling.
Masjid Jogokariyan memiliki tiga lantai, namun saat saya berkunjung, karena antusiasme warga yang tinggi, takmir mengumumkan bahwa masjid sudah penuh pada pukul 17.00 WIB.
Sebagian warga yang telah mendapat takjil berdiri di jalan. Mereka menunggu sampai pembagian selesai kemudian duduk di depan masjid. Sementara yang lainnya, menelan kecewa tak kebagian sajian.
"Untuk tahun 2025, [setiap] buka puasa kami siapkan 3.500 porsi tiap hari," kata Haidar Muhammad, Sekretaris Takmir Masjid Jogokariyan, kepada Tirto, Senin (3/3/2025) sore.
Menurut Haidar, dalam aktualisasinya Masjid Jogokariyan menyediakan lebih dari 3.800 porsi. Kendati demikian, tetap saja masih ada masyarakat yang datang ke masjid dan tak kebagian jatah takjil karena keburu habis.
"Tapi kami juga mempertimbangkan lokasi. Tempat kami terbatas, jadi kami standarkan di 3.500 porsi," ujar Haidar.
Ia membeberkan, tiap porsi takjil yang disuguhkan dianggarkan Rp15.000. Anggaran tersebut meliputi nasi, minum, dan perlengkapan makan. "Khusus lauk Rp11.000," ungkapnya.
Bila dihitung, dalam satu hari saja, Masjid Jogokariyan telah mengelola dana sebesar Rp52.500.000 untuk takjil gratis. Maka dalam sebulan, masjid ini telah menggelontorkan lebih dari Rp1,5 miliar.
"Alhamdulillah dukungan masyarakat luar biasa, kami berterima kasih sekali," tuturnya.
Ia menambahkan, bahwa Masjid Jogokariyan telah menyalurkan takjil gratis sejak 20 tahun lalu. Berawal dari sekitar 500 porsi, kemudian bertambah seiring kemakmuran masjid.
"Sampai sekarang 3.500 porsi, kami sangat terbantu oleh donasi dari masyarakat. Memang momen Ramadhan dan memberi buka puasa adalah ibadah, insyaAllah itu membuat animo masyarakat untuk berpartisipasi cukup besar," paparnya.
Soal sistem pelaksanaan takjil yang mencapai ribuan porsi ini, kata Haidar, telah ditetapkan mekanismenya. Ada relawan yang khusus memasak nasi, menyiapkan piring, dan mencuci piring.
"Yang menarik di bagian lauk, bikin jadwal. Kerja sama dengan ibu-ibu di kampung. Kami buat 27 kelompok dapat 1 hari masak untuk lauknya. Sekitar habis zuhur dibawa ke masjid," bebernya.
Kemampuan Masjid Jogokariyan menyediakan 3.500 porsi piring untuk takjil, mengingatkan pada program makan bergizi gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah. Hampir serupa, program MBG pun menyalurkan sekitar 3.000 porsi makan lewat satu dapur.
Ditanya soal kemiripan pengorganisasian pembagian makanan di Masjid Jogokariyan dengan MBG, Haidar berharap program pemerintah tersebut dapat dijalankan dengan amanah.
"Kami harap [program MBG] bisa amanah, bisa memberikan kualitas yang terbaik. Alhamdulillah ibu-ibu di Jogokariyan dengan dana yang kami berikan apa yang muncul alhamdulillah representatif. Dari segi lauk insyaAllah bagus. Saya harap itu dapat diterapkan kalau MBG berjalan," ujarnya.
Menu takjil di Masjid Jogokariyan salah satunya dinikmati oleh Tri Astuti. Dia mendapat satu porsi takjil dengan dua macam lauk, yaitu kreni ayam dan telur asin.
"Menu buka di sini selalu enak, tahun ini baru pertama menyempatkan diri. Tapi saya sering ke sini," ujar perempuan 48 tahun itu.
Tri Astuti tidak datang sendirian, dia berangkat bertiga bersama dua temannya. Dia berharap, Masjid Jogokariyan akan terus makmur agar dapat selalu menyantuni masyarakat.
"Semoga ke depan selalu seperti ini. Meriah, ramai, dan makin jaya," tandasnya.
Selain Tri Astuti, nikmat takjil yang disuguhkan oleh Masjid Jogokariyan turut dirasakan oleh Emma Broberg. Wisatawan asal Swedia itu mengaku menyukai hidangan yang diperolehnya.
"Makanannya enak, saya suka makanan yang agak pedas," lontarnya.
Dia mengaku tahu keberadaan Masjid Jogokariyan dari rekan-rekan satu komunitasnya. Oleh sebab itu, dia datang ke Masjid Jogokariyan beramai-ramai.
Namun, keberuntungan yang sama tidak diperoleh Al Faruk. Pemuda 24 tahun ini harus rela pulang dengan tetap merasa lapar.
"Kehabisan, soalnya berangkat agak sore. Paling mau cari jajan es sama rokok [untuk berbuka]," ujarnya.
Al Faruk berharap Masjid Jogokariyan dapat lebih makmur. Sehingga jumlah takjil yang dibagikan akan terus bertambah.
"Semoga porsi ditambah, biar semua bisa dapat, dan lahannya juga bisa diperluas," ucap pria yang mengaku sebagai warga asli Jogokariyan itu.
Bukan hanya Al Faruk yang tak kebagian. Ifu dan tujuh anggota keluarga pun tidak kebagian takjil di Masjid Jogokariyan.
"Sudah tahu sih [bakal gak kebagian], kalau di sini datang sore biasanya kehabisan. Tapi tadi mengantar anak dulu, jadi kesorean," ucapnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Irfan Teguh Pribadi