Menuju konten utama
Horizon

Kisah Axval, Peserta Clash of Champions yang Menekuni Geoteknik

Bagi Axval, tanggung jawab studi teknik sipil sama besarnya dengan studi kedokteran karena berkaitan langsung dengan keselamatan banyak orang.

Kisah Axval, Peserta Clash of Champions yang Menekuni Geoteknik
Axval saat mengikuti ajang ATUNET 2023. FOTO/Axval

tirto.id - Maxvallecia Frikandy namanya. Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Sebelas maret Surakarta (UNS) angkatan 2021 itu berhasil menjadi peserta Clash of Champions musim kedua (2025) yang diprakarsai Ruangguru.

Clash of Champions (CoC) merupakan serial realitas permainan yang diproduksi oleh perusahaan rintisan pendidikan Ruangguru. Dalam acara ini, peserta yang datang dari berbagai universitas, baik dalam maupun luar negeri, beradu kecerdasan di bidang numerik, logika, memori, dan spasial.

Melihat kesuksesan Clash of Champions musim pertama, Axval—begitu ia biasa disapa—mencoba peruntungan untuk mendaftar dalam acara tersebut. Ia menyadari pengaruh CoC yang begitu besar bagi penontonnya yang didominasi para pelajar. Axval melihat banyak dari mereka menjadi termotivasi untuk belajar dan semangat dalam mengenyam pendidikan.

"Salah satu faktor yang membuat aku ikut CoC adalah aku tahu pendidikan yang mengubah aku hingga bisa jadi saat ini. Aku ingin jadi bagian dari proses perubahan orang lain," katanya pada Tirto, Rabu (2/7/25).

Terdapat dua jalur pendaftaran CoC Ruangguru, yakni jalur undangan dan jalur pendaftaran secara publik. Ketika Axval mengetahui pendaftaran untuk musim kedua telah dibuka, ia segera mendaftarkan diri.

Di tahap pertama, ia mengirimkan video perkenalan dan cerita tentang pengalamannya serta video mengajar. Tak lama, ia mendapat surel balasan untuk mengikuti tes lanjutan yang terdiri dari tes memori dan tes numerik, spasial, serta logika. Dan terakhir, masuk ke tahap wawancara, ia diberi pertanyaan tentang visi misi ke depan serta tujuan mengikuti coc.

"Lalu aku dihubungi kalau aku lolos. Puji Tuhan," singkatnya.

Asanya dalam dunia pendidikan sejalan dengan misi Ruangguru, yakni ingin ikut andil menjadikan pendidikan di Indonesia lebih bermakna. Melihat peserta CoC dan bagaimana ajang ini dikemas secara menyenangkan, Axval berharap dirinya dan peserta lain dapat menjembatani tantangan para pelajar Indonesia dalam menemukan metode belajar yang sesuai.

Setelah lolos menjadi peserta CoC, Axval masih harus berhadapan dengan rasa gugup dan tegang bertemu orang baru. Terlebih, beberapa peserta lain telah mengenal satu sama lain karena pernah bertemu pada kompetisi atau perlombaan seperti olimpiade.

Tapi perasaan takut dan gugup itu perlahan sirna setelah ia mengobrol dan mulai mengenal peserta lainnya. Meskipun Axval tak menampik bahwa suasana kompetitif itu ada, sesama peserta justru saling mendukung dan tidak ada yang membandingkan satu dengan yang lain.

"Mereka humble dan supportive. Kami ngobrol saling terbuka, sharing. Walaupun suasana pribadi kompetitif, setelah itu (ngobrol) tidak ada dari kami yang membandingkan-bandingkan satu sama lain. Aku merasa menemukan keluarga baru di sana," lanjutnya.

Berbeda dengan Axvall yang awalnya tak menyangka akan lolos menjadi peserta CoC, teman seperjuangannya, Kevin Liu, justru yakin bahwa Axval akan mendaftar dan lolos dalam ajang tersebut. Kevin melihat Axval sebagai pribadi yang percaya diri, ulet, dan selalu mengambil kesempatan. Ia juga kagum pada Axval yang bisa belajar dengan cepat.

"Udah nggak kaget. Soalnya dia ngajakin [aku untuk ikut] juga. Kalau kenal dia, pasti [yakin] dia 100 persen bakal daftar [Clash of Champions]. Terus pas daftar saya yakin juga 100 persen dia bakal keterima dan menjadi kontestan pertama dari UNS," kata Kevin saat dihubungi Tirto, Rabu (2/7/25).

Kevin adalah teman sekelas Axval. Ia juga sering berpartisipasi dalam berbagai kompetisi, salah satunya perlombaan Asia Bridge Competition 2024.

"Harapannya nggak muluk-muluk, sih. Lanjut sebisanya aja, tapi kalau bisa menang. Terus kalau sudah punya media jadi influencer, bisa menyebarkan positivity untuk orang lain," imbuhnya.

Dukungan dari Kevin serta orang-orang di sekitar Axval inilah yang membuat dia tetap semangat. Di sela-sela kuliah, ia dan teman-temannya selalu menyempatkan untuk berkumpul atau bermain bersama melepas penat di akhir pekan.

"Secara mental, teman-teman mendukung aku. Tiap selesai kuliah maupun weekend, kami pasti punya sesi nobar (nonton bareng), curhat, dll. Terus secara fisik juga tiap minggu aku sering ikut badminton bareng temen, dan secara olah otak banyak teman-teman kuliah jadi support system untuk belajar," katanya.

"Aku cepet selesai kuliah ini berkat dukungan dari teman-teman sekitar. Mereka bukan tipe crab mentality yang menjatuhkan teman lain, tapi mereka saling mendukung” imbuh Axval.

Memperkaya Pengalaman dan Ilmu

Masa kuliah Axvall diisi dengan mengikuti berbagai kompetisi dan program pertukaran pelajar. Menurutnya, ia adalah seorang yang mau mencoba segala sesuatu sebelum fokus pada bidang spesialis yang ingin tekuni.

"Motivasi utama go beyond, nggak cuma ikut-ikutan, tapi aku mau menciptakan gebrakan-gebrakan yang berguna untuk lainnya," kata Axval.

Hal itu ia tunjukkan dengan mengikuti kompetisi ATU-Net (Asia Technology University Network) pada tahun 2023 dan 2024. ATU-Net merupakan aliansi internasional yang dipimpin University Technology of Malaysia yang bertujuan mendukung anggota universitas untuk menuju world class quality of education and research di bidang teknologi.

Dalam ATU-Net Global Technovation Hackathon 2023 yang diselenggarakan di UTM Malaysia, Axval dan timnya yang beranggotakan mahasiswa dari Malaysia dan Filipina, berhasil menyabet juara 3. Produk yang mereka buat adalah Energauge: Smart Socket Electricity. Produk ini berangkat dari kepedulian pada konsumsi listrik yang makin boros.

"80 persen data yang kami temukan memang listrik yang terpakai dari energi yang tidak terbarukan. Kami berharap kehadiran produk ini bisa membuat orang aware dan terus memonitor penggunaan listrik sehari-hari," terangnya.

Axval Clash of Champions

Axval saat mengikuti ajang Asian Bridge Competition 2024. FOTO/Ruangguru

Axval juga menceritakan tantangan yang harus ia lalui selama 5 bulan menyiapkan proyek ini. Mulai dari pertemuan yang hanya bisa dilakukan secara daring, jadwal tiap anggota yang berbenturan, hingga masalah komitmen para anggota. Namun, sebagai ketua grup, Axvall berusaha memaksimalkan waktu untuk memantapkan dan menyempurnakan apa saja yang kurang.

Pada ATU-Net Sustainability Challenge 2024, Axval kembali berpartisipasi dan berhasil meraih juara 3. Dalam kompetisi kali ini, Axval dan timnya menciptakan produk bernama Slingo atau Sign Language Glove. Slingo merupakan penerjemah bahasa isyarat menggunakan sarung tangan untuk memudahkan komunikasi.

Slingo lahir dari pengalaman pribadi saat Axvall dan temannya mengalami kecelakaan sepeda motor. Temannya yang mengendarai motor mulutnya terluka. Di rumah sakit, temannya tak bisa menjelaskan keluhan-keluhannya karena mulutnya sakit. Tak disangka, ternyata dokter yang menanganinya juga sering menghadapi hal serupa, yakni pasien kesulitan dalam mengomunikasikan keluhannya.

"Itu jadi tantangan di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Juga untuk pasien disabilitas, yang kesulitan berkomunikasi. Hal itu membuat kami sadar memang isu ini nggak cuma kami yang merasakan. Banyak di luar sana yang mengalami isu komunikasi, padahal komunikasi krusial dan penting. Ketika diajak mengikuti lomba lagi, kami menciptakan produk ini untuk membantu orang-orang tersebut," jelasnya.

Pada tahun yang sama, sebelum mengikuti ATU-Net 2024, Axvall lebih dulu berpartisipasi dalam ajang Asia Bridge Competition. Dalam ajang tersebut, ia dan timnya membuat model jembatan sepanjang empat meter. Meskipun saat itu mereka baru belajar mengenai rekayasa jembatan, akhirnya mereka berhasil membuat model jembatan yang mampu menopang beban seberat 350 kilogram. Hal tersebut membawa mereka masuk 11 besar.

Selain mengikuti perlombaan, Axvall juga sempat mengikuti program pertukaran pelajar ke King Mongkut's Institute of Technology, Thailand. Di sana, ia menemukan serta belajar banyak hal. Tak hanya soal budaya, tapi juga regulasi dalam perspektif teknik sipil.

Di tengah-tengah mengikuti berbagai ajang tersebut, Axval juga harus mempersiapkan tugas akhir atau skripsi. Ia mengungkapkan telah menyiapkan topik atau tema skripsi pada semester 4. Ia memulai itu dengan ikut ke dalam grup riset dosennya dan magang untuk mendapatkan data sekunder. Meski sempat kewalahan, Axval mulai fokus mengerjakan skripsinya di bulan Desember hingga berhasil sidang akhir pada April lalu.

Dalam mengikuti lomba, Axval mengaku tidak berani melakukannya pada waktu yang berdekatan.

"Aku nggak pernah berani untuk overlap waktu, misal satu bulan ikut dua sampai tiga lomba. Proyek aku nggak sebanyak dan segila temen Cast CoC lainnya. Jadi aku benar-benar fokus per-timeline, per-proyek, per-tahun. Tahun 2024 bulan Maret sampai Agustus fokus Asiabricom. Kemudian September hingga November [fokus] ATU-Net," jelasnya.

Axval Clash of Champions

Axval saat mengikuti ajang ATUNET 2023. FOTO/Axval

Menemukan Cinta di Bidang Geoteknik

Kecintaannya pada dunia teknik sipil, khususnya geoteknik, tidak muncul begitu saja. Sebelum terjun ke teknik sipil, ia memiliki pilihan lain, yakni IT dan matematika murni. Namun setelah berkenalan tentang teknik sipil, Axval sadar bahwa tanggung jawab yang dimiliki oleh studi teknik sipil sama besarnya dengan studi kedokteran karena berkaitan langsung dengan keselamatan banyak orang.

"Mantap [memilih teknik sipil] karena pada akhirnya aku pengin berkontribusi penuh, nyata membangun sesuatu yang bisa dilihat, disentuh, dan bisa memberikan dampak langsung bagi orang-orang," ungkapnya.

Sementara alasan memilih spesialisasi geoteknik karena ia melihat geoteknik sebagai hal krusial namun jarang disadari. Geoteknik merupakan studi yang berhubungan dengan struktur bawah tanah.

"Biasanya kalau menyebut teknik sipil dikaitkan dengan jalan tol, jembatan, bangunannya 12 atau 100 lantai. Tapi tanpa disadari, untuk bangun semua itu membutuhkan pondasi, dasar dari segala hal. Saat itu juga aku mulai untuk belajar geoteknik," ujarnya.

Saat ini, Axval sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi S2 di National Central University NCU, Taiwan, karena ingin mencoba eksperimen laboratorium Geotechnical Centrifuge Lab yang hanya ada di NCU.

"Harapanku dengan mengikuti eksperimental lab ini bisa berkarya lebih aktif dan terus berinovasi di bidang geoteknik. Secara data, Taiwan [juga] merupakan tempat yang bagus untuk belajar bahasa Mandarin lebih dalam, secara Cina sudah meraup global market sekarang," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait CLASH OF CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Adisti Daniella Maheswari

tirto.id - Horizon
Kontributor: Adisti Daniella Maheswari
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Irfan Teguh Pribadi