tirto.id - Direktur Asosiasi Penyelenggaraan Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo), Muhammad Iqbal Muhajir, memberikan tips kepada para calon jemaah memilih Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) agar tidak terjebak janji-janji travel haji dan umrah ilegal.
Asphurindo merupakan salah satu perusahaan konsorsium penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) pada musim haji tahun ini. Iqbal mengaku prihatin dengan maraknya warga negara Indonesia yang tertangkap petugas keamanan di Arab Saudi lantaran berangkat ke Makkah tanpa visa haji.
Pertama, kata dia, agar para jemaah bisa memilih travel haji yang benar bisa menggunakan aplikasi Haji Pintar. Kemudian yang kedua, pastikan travel haji umrah tersebut memiliki izin dan punya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
"Jadi resmi atau tidak resmi itu adalah tergantung BPIH," kata Iqbal saat ditemui Media Center Haji (MCH) siang tadi, Kamis (13/06/2024).
BPIH awal, kata dia, yaitu sebesar USD 4.000 setara Rp 65.112.000 atau BPIH pelunasan. Artinya, ketika mendaftar semua jemaah pastikan ada BPIH-nya. Kalau tidak ada BPIH itu sudah menjadi tanda kalau travel tersebut tidak resmi.
"Kalau tidak ada BPIH-nya, itu sudah menjadi titik terang dan patut dipertanyakan," katanya menambahkan.
Begitu juga dengan Mujamalah. Ia melanjutkan, calon jemaah harus memastikan user-nya ada, kuotanya ada, termasuk visa furodahnya tersedia lebih dahulu. Lalu BPIH-nya juga harus ada.
"Semua jemaah haji resmi itu mendapatkan BPIH, porsi awal, nomor porsi. Kalau tidak ada, itu artinya indikasi haji ziarah. Jadi yang pertama tentunya cari di [aplikasi] Haji Pintar, ya..!"
Di aplikasi Kementerian Agama juga ada nama-nama Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang resmi. Yang kedua, setelah nama-nama PIHK resmi, cari nomor posisi kita sendiri atau BPH kita sendiri.
"Itu bisa mensortir mana yang resmi atau yang tidak resmi," katanya menegaskan.
Kemudian soal travel haji nakal, Iqbal juga mengapresiasi kerja aparat keamanan Arab Saudi yang melakukan sweeping jemaah non visa haji. Ia menegaskan jika PIHK di seluruh Indonesia itu tidak menjual visa non-haji.
"Adapun yang menjual visa non-haji itu adalah travel-travel nakal, non-PIHK, rata-rata mereka itu adalah non-PIHK yang menjual visa non-haji. Adapun PIHK resmi, kami di bawah Kementerian Agama itu adalah menjual haji khusus yang merupakan kuota dari Kementerian Agama dan ada juga yang Furoda Mujamalah itu resmi juga," ujarnya.
"Jadi tidak ada PIHK-PIHK di Indonesia yang menjual visa non-haji. Kalau pun ada, kami dengan Kementerian Agama terus membina sebagaimana amanat undang-undang mengatakan mitra Kemenang adalah asosiasi," ujarnya.
Asosiasi, ia menambahkan, juga akan terus menekan dan memberikan pembinaan agar tidak ada PIHK yang menjual paket ibadah non visa haji resmi.
"Tapi Alhamdulillah sejauh ini semua clear, apalagi sekarang ada kuota tambahan 27 ribu, sudah hampir—mungkin mudah-mudahan 0 persen tidak ada PHK yang menjual visa non-haji," ujarnya.
Sementara para penjual perjalanan ibadah tanpa visa haji resmi tersebut merupakan travel-travel nakal. Mereka merayu para calon jemaah, memanfaatkan cara dengan menjual visa ziarah, visa turis untuk berhaji.
"Tahun ini betul-betul kita lihat keseriusan pemerintah Arab Saudi. Apartemen semua di sweeping, setiap hari ada checkpoint, 6-7 kali checkpoint, semua dikerahkan. Luar biasa, jadi polisi dilihat, tentara dilihat, dikerahkan ke Makkah dan Madinah untuk mencari jemaah-jemaah yang non-haji," katanya.
Hal ini, kata dia, menjadi titik terang tahun depan tidak akan ada lagi jemaah memakai visa-visa ziarah untuk berangkat.
"Karena tahun ini sudah luar biasa. Hampir setiap hari bisa satu apartemen itu setiap hari diperiksa. Sampai lima kali, enam kali, tujuh kali di semua. Di daerah Syisya, Aziziah, Rhaudah, Nujha, dan Khudai. Semua sangat agresif dari kerjaan Arab Saudi memberantas visa ziarah ini," pungkasnya.
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Irfan Teguh Pribadi