Menuju konten utama

Ketika Louvre Dibobol, Warisan Sejarah yang Terluka

Lantaran menyajikan barang monumental, kasus pencurian di Museum Louvre bakal terus berulang. Di mata para pencuri kekayaan, tempat itu kian menggiurkan.

Ketika Louvre Dibobol, Warisan Sejarah yang Terluka
warga berjalan di areal piramida louvre, museum louvre, paris, perancis, rabu (7/6). piramida pintu masuk menuju museum louvre tersebut merupakan salah satu daya tarik wisata utama di kota paris. struktur setinggi 20,6 meter dan panjang 35 meter yang pembangunannya diarsiteki i m pei selesai dibangun pada 1989 setelah dicetus oleh presiden perancis franois mitterrand pada 1984. antara foto/ismar patrizki/foc/16.

tirto.id - Pihak Kepolisian Prancis masih terus memburu para pelaku pencurian yang terjadi di Museum Louvre, Paris, Prancis.

Dalam insiden yang berlangsung pada Minggu (19/10/2025) pagi waktu setempat, empat orang pencuri membawa kabur delapan perhiasan yang memiliki nilai sejarah dan materi luar biasa tinggi, termasuk kalung zamrud dan berlian yang dahulu merupakan hadiah dari Napoleon kepada istrinya, Marie Louise.

Museum Louvre yang memiliki luas sekitar 73 ribu meter persegi menyimpan kurang lebih 35 ribu karya seni. Berbagai karya seni dan artefak bersejarah, mulai darikoleksi seni Mesir Kuno, Yunani, Etruria, dan Romawi, hingga seni Islam, patung, seni dekoratif, lukisan, serta cetakan dan gambar, terpajang di Louvre.

Sejak peristiwa pencurian lukisan karya seniman besar Prancis, Camille Corot, pada tahun 1998, sistem keamanan museum ini dianggap lemah. Menariknya, kejadian pencurian kala itu berlangsung pada siang hari, persis seperti peristiwa yang terjadi pada akhir pekan lalu.

Bagaimana Pencurian Bisa Terjadi?

Seturut pemberitaan Independent, para pencuri melakukan aksinya di Galeri Apollo Louvre dalam waktu yang sangat singkat, hanya sekira tujuh menit, dan tanpa menggunakan senjata.

Mereka menggunakan topeng dan kabur dengan kendaraan skuter berkekuatan tinggi. Para penjaga museum diancam menggunakan alat pemotong besi yang mereka gunakan untuk menghancurkan kaca pelindung, di mana perhiasan disimpan.

Kelompok pencuri tersebut datang dengan menggunakan truk yang dilengkapi tangga elektrik, biasa digunakan untuk memindahkan furnitur ke gedung bertingkat. Setelah berhasil mencapai titik sasaran, mereka memecahkan jendela untuk masuk ke dalam museum.

Alarm museum sebenarnya aktif sesaat setelah kejadian berlangsung. Namun, masih belum jelas apakah para petugas mendengar bunyi alarm tersebut atau apakah alarm juga berbunyi di bagian galeri tempat pencurian terjadi.

Aksi ini berlangsung tak lama setelah museum dibuka untuk umum, yaitu sekitar 30 menit setelah jam operasional pukul 09.00. Saat kejadian, museum sudah cukup ramai oleh pengunjung. Lokasi pencurian juga hanya berjarak sekitar 200-an meter dari karya lukisan monumental abad ke-16, Mona Lisa.

Museum Louvre

Petugas polisi Prancis berdiri di samping lift furnitur yang digunakan perampok untuk memasuki Museum Louvre, di Quai Francois Mitterrand, Paris, pada 19 Oktober 2025.FOTO/AFP

Museum Louvre akan benahi sektor keamanan

Dalam pemberitaan France 24, Mantan Direktur Museum Louvre, Pierre Rosenberg, menyatakan bahwa sistem keamanan museum memang tergolong lemah bahkan sejak periode sebelum 2000-an. Tak ayal, Direktur Louvre saat ini, Laurence des Cars, telah meminta Kepolisian Paris untuk melakukan audit menyeluruh terhadap keamanan museum.

Senada, Menteri Kebudayaan Prancis, Rachida Dati, mengungkapkan bahwa dari hasil audit tersebut telah keluar sejumlah rekomendasi beberapa bulan sebelumnya. Satu di antara rekomendasi tersebut mencakup rencana untuk memperbarui sistem keamanan museum, termasuk pemasangan kamera-kamera berteknologi canggih.

“Selama 40 tahun, pengamanan museum-museum besar ini kurang mendapat perhatian, dan dua tahun lalu, Presiden Louvre meminta audit keamanan dari kepala kepolisian. Mengapa? Karena museum harus beradaptasi dengan bentuk-bentuk kejahatan baru," tutur Dati, dilansir Reuters.

Dati menambahkan, masalah keamanan di museum sebenarnya bukanlah hal baru. Sebab selama empat dekade terakhir, aspek itu sering diabaikan. Baru pada dua tahun belakangan, Louvre mengajukan permintaan audit agar sistem keamanannya bisa menyesuaikan dengan bentuk-bentuk kejahatan modern. Dia juga menuturkan pencurian kali ini dilakukan oleh kelompok terorganisir yang terdiri dari para profesional.

Selain karena kelihaian pencuri, faktor lain seperti sumber daya manusia untuk menjaga museum juga menjadi isu. Serikat pekerja museum menyampaikan bahwa lemahnya sistem keamanan juga dipengaruhi oleh pengurangan jumlah staf, sementara jumlah pengunjung terus meningkat.

Dalam kurun 15 tahun terakhir, setidaknya 200 staf dikurangi dari total sekitar 2.000 orang. Pada pertengahan Juni 2025 lalu, para pekerja sempat melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes atas kondisi ini. Ironisnya momen pencurian ini terjadi tidak lama setelah para pekerja memberikan peringatan terkait lemahnya sistem keamanan.

“Kita tidak bisa melakukannya tanpa pengawasan fisik,” kata seorang sumber, mengutip France24.

Presiden Macron sudah merespons masalah ini dengan mengumumkan proyek renovasi besar-besaran yang diperkirakan menelan biaya hingga 930 juta dolar Amerika Serikat. Salah satu rencana dalam proyek tersebut adalah membangun pintu masuk baru untuk mengurangi kepadatan di area piramida kaca ikonik Louvre pada tahun 2031. Selain itu, akan dibuat ruang pameran khusus untuk menampilkan lukisan Mona Lisa.

Potensi barang-barang curian bisa ditemukan lagi

Peristiwa pencurian karya seni sebenarnya pernah terjadi beberapa kali sebelumnya di Louvre. Perisitwa yang paling ikonik pada tahun 1911, terkait pencurian lukisan Mona Lisa. Peristiwa ini dikenal luas sebagai salah satu pencurian seni terbesar dalam sejarah Prancis.

Saat itu, seorang mantan pegawai museum bernama Vincenzo Peruggia menyembunyikan diri di dalam museum dan berhasil mencuri lukisan Mona Lisa dengan cara menggulungnya dan menyelipkannya di balik mantel. Ia akhirnya tertangkap di Florence dua tahun kemudian dan lukisan tersebut dikembalikan ke Louvre.

Saat ini, penyelidikan kasus pencurian di delapan perhiasan di museum Louvre ditangani oleh satuan polisi khusus. Dugaan sementara mengarah kepada seorang kolektor seni sebagai otak di balik aksi ini.

Jika dugaan ini benar, ada harapan barang-barang berharga tersebut masih dapat ditemukan dalam kondisi utuh. Polisi juga meyakini bahwa kejadian ini tidak melibatkan pihak asing dan merupakan bagian dari jaringan kejahatan terorganisasi.

Presiden rumah lelang Drouot Patrimoine, Alexandre Giquello, menyatakan sulit percaya bahwa pencurian ini dilakukan atas pesanan, mengingat perhiasan yang diambil memiliki ketenaran tinggi dan tidak dapat diperjualbelikan secara terbuka dalam kondisi saat ini. Ia menambahkan bahwa tantangan terbesar dari aksi ini bukan pada tahap pencuriannya, melainkan pada upaya menjual barang curian tersebut.

Namun, menurut Tobias Kormind, Direktur Pelaksana dari 77 Diamonds, kemungkinan besar perhiasan yang dicuri tidak akan dapat ditemukan lagi. Ia menjelaskan bahwa pencuri profesional biasanya akan memotong dan mengubah bentuk permata besar agar tidak dapat dikenali asal-usulnya.

Apa Saja yang Dicuri?

Total ada sembilan perhiasan yang sempat digondol para pencuri. Delapan di antaranya berhasil diambil. Barang-barang tersebut termasuk tiara milik Ratu Marie-Amélie dan Ratu Hortensia, kalung dan anting dari koleksi safir mereka, kalung serta anting zamrud dari set Marie-Louise, bros relikui, tiara Permaisuri Eugénie, dan simpul korsase besar milik Eugénie.

Namun, Mahkota Permaisuri Eugénie, istri Napoleon III, sempat terjatuh dan ditemukan di luar museum. Pencuri tampaknya tidak sadar bahwa mahkota itu terjatuh selama pelarian. Nilai mahkota itu sendiri diperkirakan mencapai puluhan juta euro atau setara US$ 102 juta, yang dikalkulasikan sekira Rp 1,56 triliun.

Muesum kerap jadi sasaran empuk para pencuri

Museum memang kerap menjadi sasaran empuk bagi para pencuri. Louvre bukan satu-satunya institusi budaya yang menjadi sasaran pencurian. Bulan sebelumnya, Museum Sejarah Alam di Paris juga dibobol dan kehilangan bongkahan emas seberat 6 kilogram. Emas memang menjadi sasaran empuk karena sistem keamanan museum umumnya tidak seketat bank.

Di belahan bumi lain, salah satu pencurian karya seni yang masih belum terpecahkan hingga kini adalah kasus di Museum Isabella Stewart Gardner di Boston, Amerika Serikat, ketika 13 karya seni senilai sekitar 500 juta dolar AS dicuri.

Kejadian itu terjadi pada 18 Maret 1990, saat dua pria menyamar sebagai polisi dan mengikat penjaga museum. Mereka membutuhkan waktu 81 menit untuk membawa lari karya-karya dari Rembrandt, Vermeer, Degas, dan Manet. Beberapa lukisan, termasuk 'The Storm on the Sea of Galilee' karya Rembrandt, dipotong dari bingkainya, dan hingga kini bingkai-bingkai kosong tersebut masih tergantung di museum.

Kasus lain terjadi pada tahun 2017 di Museum Bode, Berlin, ketika pencuri membawa kabur koin emas murni seberat 100 kilogram dari Kanada yang dikenal sebagai Big Maple Leaf. Nilainya sekitar 3,75 juta euro. Koin tersebut diyakini telah dipotong-potong dan dijual. Tiga pria, termasuk seorang penjaga keamanan, kemudian dijatuhi hukuman.

Tahun 2019, pencurian besar kembali terjadi di Green Vault, Dresden, Jerman, salah satu museum tertua di dunia. Pencuri berhasil mengambil perhiasan kerajaan dari abad ke-18 yang bernilai ratusan juta euro. Beberapa barang curian berhasil ditemukan kembali, dan lima orang dinyatakan bersalah atas kejadian tersebut.

Sementara itu, pada 14 September 2019, di Inggris, seorang pencuri bernama Michael Jones dan rekannya berhasil mencuri toilet emas dari sebuah istana. Toilet seberat 98 kilogram ini merupakan karya seni satir berjudul America dari seniman Italia, Maurizio Cattelan. Toilet ini terbuat dari emas 18 karat dan memiliki nilai asuransi hampir 5 juta pound. Pencurian dilakukan dengan memecahkan jendela dan melepaskan toilet dari pipa dalam waktu lima menit. Sampai hari ini, toilet tersebut belum ditemukan dan diyakini telah dijual dalam potongan-potongan kecil.

Barang-barang Curian di Museum Louvre Tak Bisa Ditakar dengan Uang

Asep Kambali, sejarawan dari Komunitas Historia mengatakan bahwa barang-barang yang dicuri dari Louvre tidak bisa dinilai secara uang karena delapan koleksi tersebut adalah warisan yang tak terhingga bagi bangsa Prancis dan kerajaan Prancis di masa lampau.

“Karena ini milik kerajaan, ada nilai politis, ada nilai kekuasaan. Ada juga nilai seni yang juga tak ternilai dan di satu sisi semuanya adalah identitas nasional. Saya kira juga ini merupakan memori yang sangat penting karena ini mahkota bangsa, derajat martabatnya kerajaan. Jadi ketika dicuri, ya terluka legitimasinya meski Prancis bukan kerajaan lagi,” ujar Asep kepada Tirto, Selasa (21/10/2025).

Dia menitikberatkan sejumlah perhiasan yang digondol, rerata berasal dari abad ke-19, dan pada masa itu seni dan teknologi dalam taraf terbilang tinggi. Sehingga, katanya, ini soal memori kolektif orang Prancis.

Wisata Museum Louvre di Paris

Pengunjung melintasi Piramida Louvre yang diarsiteki I M Pei di Museum Louvre, Paris, Prancis, Jumat (2/8/2024).ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.c

Senada, Andi Achdian, sejarawan dari Universitas Nasional, juga menekankan nilai historis seperti pemberian perhiasan dari Napoleon ke Marie merupakan warisan atau kisah romantisme bagi masyarakat Prancis. Raibnya perhiasan bersejarah ini bakal melunturkan imajinasi masyarakat Perancis, terlebih mereka yang sama sekali belum pernah melihat langsung.

Jadi, bukan cuma sisi historis bagaimana kejayaan Prancis di masa lampau yang seolah memudar. Apa yang tersaji di Louvre, termasuk perhiasan yang dicuri, menandakan bagaimana kejayaan kerajaan Prancis dan mencerminkan kekayaan Eropa.

“Dari sisi sejarah sudah tercatat termasuk bagaimana sejarah Napoleon Bonaparte beserta kehidupan sosial dan kekuasaannya. Tapi bukti atau detail sejarah dalam bentuknya itu yang hilang. Karena yang hilang itu melambangkan bentuk cinta Napoleon kepada Marie yang diwakili benda perhiasan, kan itu hanya akan cerita saja karena tidak ada bukti,” tutur Andi kepada Tirto, Rabu (22/10).

Lantaran menyajikan barang monumental, Andi menuturkan kasus pencurian di Louvre bakal terus berulang. Di mata para kolektor dan pencuri kekayaan, museum Louvre menjadi perhatian utama.

Museum di Indonesia Harus Belajar dari Pencurian di Museum Louvre

Kembali ke Asep Kambali, dia bilang sistem keamanan di museum Louvre relatif cukup canggih dengan dilengkapi bukan sekadar sensor atau alarm biasa. Perkiraan ini merujuk pada pengalamannya mengunjungi museum di Paris itu pada 2012 lalu.

Namun, sistem keamanan tetap saja ada celahnya. “Menurut saya para pencuri sudah membaca titik lemah yang mungkin saja jendela ada yang tidak memiliki sensor,” kata dia.

Dibanding Indonesia, sistem keamanan di Louvre disebut jauh lebih baik. Sehingga, Asep mewanti-wanti untuk pemerintah membenahi sistem keamanan museum besar seperti Museum Nasional. Sebab, selalu ada pihak yang mengincar barang berharga di museum.

Dia mengingatkan pada kasus pencurian emas peninggalan Mataram kuno pada 2013. Baginya, peristiwa itu menunjukkan bagaimana lemahnya sistem pengamanan Museum Nasional.

“Museum Nasional dengan sekaliber standar internasional, pencurian juga kerap terjadi. Kasus pencurian pada 2013 sampai hari ini enggak ketahuan siapa pencurinya. Perhiasan ini ditaksir triliunan. Tapi menurut saya ini tidak ternilai karena ini memori kolektif bangsa kita yang menggambarkan sejarah dari peninggalan Mataram kuno,” kata dia.

Seribu pahlawan Museum Nasional Indonesia

Pengunjung memerhatikan koleksi bersejarah Budha Dipankara di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Minggu (10/11/2024). Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2024, Indonesian Heritage Agency bersama dengan unit Museum Nasional Indonesia dan Museum Benteng Vredeburg memberikan program seribu pahlawan dengan menyediakan tiket seharga Rp1.000 untuk WNI dan tiket gratis untuk veteran dan keluarganya yang bertujuan mendorong masyarakat agar mengenal lebih dekat sejarah dan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan para pahlawan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU

Beragam perangkat canggih yang menghiasi mueseum juga tidak menjadi jaminan. Pengamanan museum perlu dilakukan dengan menyeluruh. “Sekelas museum nasional, ada CCTV ada alarm, setiap ruangan juga ada sekuriti. Nah, pada 2013 saat kejadian, CCTV mati, sekuriti tidak ada pada kejadian dan alarm juga mati. Itu kalau bukan disengaja, lantas apalagi. Itu kan mengerikan kalau bukan karena ada konspirasi, lantas karena apa?” ia menambahkan.

Dia juga menyoroti insiden kebakaran di sebagian Museum Nasional pada 2023. Manurut Asep, kejadian itu terkait dengan upaya menghilangkan jejak, sebab museum seharusnya sudah mempertimbangkan aspek keamanan dari kebakaran.

Kebakaran Museum Nasional

Sejumlah petugas pemadam kebakaran memadamkan api ketika terjadi kebakaran di Museum Nasional di Jakarta, Sabtu (16/9/2023). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/Spt.

Oleh karena itu, menurut dia, mesti ada ketentuan baku soal keamanan dan keselamatan di museum. Seturut itu, mesti ada pemetaan kebutuhan terlebih barang koleksi terbaru. Apalagi kini Museum Nasional akan dibanjiri ribuan koleksi dari Belanda seperti yang menjadi hasil lobi Presiden Prabowo saat melawat ke Belanda beberapa waktu lalu.

“Itu sangat menggiurkan sehingga harus ada audit risiko dan mitigasi keamanannya. Ini terkait 30 ribu koleksi dari pemerintahan Belanda, itu mau ditaruh di mana? Itu bisa jadi incaran. Kelemahan museum di Indonesia kan tempat penyimpanan koleksi disimpan di kontainer dan dalam kemasan plastik disimpannya, dan akhirnya bisa hilang di situ,” ujar dia.

Menurutnya, harus ada tempat penyimpanan yang punya standar internasional, misalnya ada sensor gerak atau getar untuk setiap objek. Tapi yang ada di museum selama ini hanya satu alat keamanan dan sistemnya tidak sentral. “Harusnya di command room, ketika satu koleksi diangkat, itu ada sensor bunyi alarm dan dalam sistem terdeteksi dalam kondisi hilang. Bisa saja dipasang alarm yang hanya berbunyi di ruang kontrol. Mesti juga ada zonasi yang tidak semua orang bisa masuk. hanya ada tiket terusan yang bisa masuk,” kata Asep.

Selain itu, dia menekankan perlu adanya pengecekan berlapis kepada pengunjung saat memasuki area penyimpanan emas peninggalan sejarah. Mulai dari mengidentifikasi bawaan pengunjung demi memastikan tidak ada alat atau cairan untuk mengakali sistem keamanan.

“Juga harus ditekankan pemahaman pengetahuan koleksi oleh sekuriti. Jadi dia tahu apa yang dia jaga,” tutur dia.

Baca juga artikel terkait KASUS PENCURIAN atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - News Plus
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Alfons Yoshio Hartanto