Menuju konten utama

"Ketarantino-tarantinoan" & 100 Istilah Sinema Baru di Kamus Oxford

Istilah-istilah khas itu juga dipakai oleh pegiat film di Indonesia. Pasalnya sederhana: belum ada padanan dalam bahasa Indonesia, telanjur nyaman dipakai, dan diwariskan dari sineas senior ke juniornya.

Quentin Tarantino dan Uma Thurman dalam set Kill Bill. FOTO/Miramax

tirto.id - “Shaky camera”, “Scream queen”, atau “Kubrickian” adalah istilah yang populer dipakai oleh pegiat dunia sinema.

Tidak baku, namun secara efektif langsung merujuk pada teknik sinematografi dengan memakai kamera yang dipegang tangan, aktris yang terkenal karena langganan main film-film horor, dan gaya khas dalam film-film Stanley Kubrick.

Kamus Bahasa Inggris Oxford (OED) bukannya tak acuh. Menurut kabar di laman resmi, mereka memasukkan kata dan istilah baru yang tahun ini memecahkan rekor terbanyak: 1.400 kata. Menariknya, beberapa di antaranya adalah kata dan istilah yang sering dipakai oleh pegiat dunia sinema.

Laporannya bertajuk OED 3: The Revisioning (Oktober 2018) dan ditulis secara ekstensif oleh Editor Senior Craig Leyland. OED merekrut kritikus film dan penyiar Mark Kermode sebagai konsultan dalam menyusun lema terkait film ini.

Leyland menyebutkan bahwa sinema memiliki bahasanya sendiri. Bahasa ini bisa “dibaca” ketika orang menonton adegan-adegan yang sudah diedit, pergerakan kamera, sampai musik latar sebagai bentuk komunikasi yang khas.

“Tetapi, seperti halnya bidang spesialisasi lainnya, film memiliki leksikon (kosakata) yang terus berkembang. Begitu juga dengan popularitas dan pengaruh sinema, sehingga kata dan istilah (yang berkembang di kalangan pegiat film) itu kerap meluas pemakaiannya, meluas ke kesadaran masyarakat umum,” tulis Leyland.

Oleh karena itu, OED memasukkan lebih dari 100-an kata dan istilah yang berkaitan dengan dunia film. Ratusan lema itu secara garis besar bisa dibagi menjadi beberapa kategori. Antara lain yang mengacu pada genre, teknis dalam proses produksi, dan gaya sinematik yang khas dari beberapa sutradara legendaris.

Istilah terkait genre contohnya “mumblecore”. Artinya film dengan bujet kecil yang punya karakteristik plot dan pengambilan gambar natural. Para pemain yang terlibat biasanya banyak berimprovisasi, terutama dalam dialog. Dialog ini juga lebih diandalkan ketimbang alur cerita maupun aksi.

Ada “XXX” yang merujuk pada film dengan konten yang sangat eksplisit. “Chancada” artinya film musikal khas Brazil yang dipenuhi humor slapstick dan tarian serta lagu yang bersemangat. “Sword-and-sandal” berarti jenis film dengan latar era kuno dan menampilkan karakter dari Alkitab, sejarah klasik, atau mitologi.

Dalam kategori teknis, ada “up to eleven” yang artinya mencapai atau melampaui batas maksimum atau derajat yang ekstrem dan intens”. Ada “walla” untuk dialog yang terdengar di latar belakang dan suara-suara lain yang direkam oleh aktor suara. Ada pula “not in Kansas anymore” untuk menyebut situasi atau tempat asing yang membuat pemeran mengalami hal-hal baru.

Kubrickian” adalah contoh istilah dalam kategori gaya artistik unik sineas. Sebagaimana disebutkan di awal, istilah ini merujuk kepada gaya sinematik khas sutradara Inggris Stanley Kubrick, misalnya latar gigantis dan kontras warna yang tajam.

Ada juga “Lynchian”, merujuk pada film-film David Lynch. Film-film Lynch mengandung jukstaposisi antara elemen-elemen surealis dan seram dalam keseharian si tokoh.

Ada “Tarantinoesque”, merujuk pada gaya film Quentin Tarantino yang sejak pertengahan 1990-an mempopulerkan gaya bertutur non-linier, dialog tajam, dan cerita yang kental unsur kekerasan dan darah.

Mendaftarkan kata baru adalah pekerjaan tahunan OED. Dua tahun silam Chitra Ramaswamy pernah melaporkan topik ini untuk Guardian. Empat kali dalam setahun para jagoan kata di Oxfordshire menyurvei perubahan dan kelahiran kosakata baru, lalu menimbang mana yang perlu dimasukkan ke kamus besar.

“Kedengarannya (pekerjaan yang) romantis. Tapi sebenarnya melibatkan banyak standar riset dan pemeriksaan ulang. Apapun yang masuk ke dalam kamus dirancang dan diteliti oleh kami. Semua berdasarkan bukti di lapangan,” kata Jonathan Dent, asisten editor senior di OED.

Apa yang dicapai oleh OED juga disumbangkan oleh teknologi penelitian yang terus berkembang sejak tahun 2000. Memasuki era internet, mereka giat menggali kata-kata baru yang populer di media sosial, dan kerap memilihnya menjadi kata tahunan.

Infografik Kata sinema masuk kamus oxford

Tidak Ada Urgensinya

Dalam konteks penuturnya, Oxford tentu mengkhususkan diri pada bahasa Inggris. Kata dan istilah yang baru-baru ini didaftarkan ke kamus mereka umumnya berasal dari dialog dalam komunitas perfilman Hollywood, AS. Namun, menariknya, kata-kata tersebut juga populer dipakai oleh komunitas film di negara lain.

Salah satunya adalah oleh para pegiat perfilman Indonesia. Menurut kritikus film Eric Sasono, hal ini disebabkan karena ketiadaan padanannya dalam bahasa Indonesia.

“Bukan hanya kata-kata yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau yang sifatnya formal, bahkan dalam kosakata sehari-hari mereka juga memakai istilah-istilah yang dimasukkan ke Kamus Oxford itu,” katanya kepada Tirto, Rabu (10/3/2018).

Eric kemudian menyinggung ada beberapa istilah yang pernah populer dipakai di masa lalu tapi kini sudah berganti ke bahasa Inggris. Istilah yang ia maksud adalah yang bersifat elementer, bukan yang baru dimasukkan ke Oxford. Misalnya ”figuran” yang kini lebih dikenal sebagai “extra”, atau “sunting” yang berganti menjadi “edit”.

Apakah karena pegiat film di Indonesia kena wabah “keminggris”? Eric menerangkan hal tersebut menjadi tak terhindarkan dalam dinamika berbahasa. Ada juga pengaruh transfer ilmu di kalangan pembuat film, yang secara langsung maupun tidak mewariskan istilah-istilah tersebut.

“Saya pikir ini juga dikarenakan sumber belajar sineas kita sekarang berasal dari sekolah-sekolah berbahasa Inggris. Ada juga yang otodidak dan belajarnya juga dari sumber-sumber berbahasa Inggris,” imbuhnya.

Eric belum menemukan “polisi bahasa” di kalangan komunitas film, yang kerap mempromosikan satu istilah dalam bahasa Indonesia untuk mengganti istilah asing dalam proses produksi. Tapi, jika pun ada, ia mempertanyakan urgensinya. Orang-orang sudah telanjur nyaman dengan istilah asing, katanya.

Apakah KBBI perlu segera membuat padanan dari istilah terkait sinema yang baru dimasukkan ke Kamus Oxford? Eric memandang tak perlu, terutama untuk istilah seperti “Tarantinoesque” atau “Kubrickian”.

“Kalau memang mau dan perlu ya istilah-istilah yang lebih teknis saja seperti recce (kunjungan ke lokasi syuting untuk menyesuaikan kebutuhan cerita) atau jump cut (lompatan gambar dalam satu rangkaian shot). Itu istilah-istilah yang banyak digunakan di lapangan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait GAYA BAHASA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Film
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf