Menuju konten utama

Ketahui Bahaya Fatherless Menurut Psikolog dan Cara Mengatasinya

Menurut psikolog fatherless atau kurang terlibatnya ayah dalam keluarga bisa sebabkan ganguan perilaku menyimpang, perilaku seksual hingga bunuh diri.

Ketahui Bahaya Fatherless Menurut Psikolog dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi Fatherless. foto/istockphoto

tirto.id - Fatherless country akhir-akhir ini viral dan ramai menjadi perbincangan di berbagai media sosial di Indonesia.

Sebab, Indonesia masuk peringkat tiga fatherless country di dunia berdasarkan program sosialisasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) bertajuk "Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless Country Nomor 3 Terbanyak Di Dunia."

Psikolog UGM, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog., mengatakan bahwa fatherless country bermakna suatu negara dengan masyrakatnya minim peran dan keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak.

“Fatherless ini menjadi fenomena yang sudah dirasakan bersama dimana peran ayah bisa dikatakan minim,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto.

Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan bahwa dalam pengasuhan anak membutuhkan keterlibatan orang tua yaitu ayah dan ibu secara berimbang. Artinya, pengasuhan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu saja, tetapi juga dilakukan oleh ayah.

“Namun yang banyak terjadi ayah tidak terlibat dalam pengasuhan. Ini jadi fenomena yang cukup lazim, salah satunya karena pengaruh budaya,” terangnya.

Ia menyebutkan budaya patriarki yang masih melekat pada masyarakat Indonesia menjadi salah satu penyebab fatherless. Dalam budaya ini menempatkan perempuan bertanggungjawab untuk urusan domestik dan mengurus anak. Sementara laki-laki bertanggungjawab pada urusan publik.

Selain faktor budaya, anak bisa mengalami fatherless karena orang tua yang terlalu sibuk. Lantaran kesibukan bekerja, menjadikan ayah sulit untuk terlibat dalam pengasuhan.

“Faktor orang tua yang fly in fly out, terlau sibuk, misal berapa hari sekali baru bisa pulang menjadikan secara teknis lebih sulit terlibat dalam pengasuhan. Sementara saat sudah pulang tidak ada komitmen untuk mengganti hari-hari yang hilang,” paparnya.

Hal tersebut dikatakan Diana disebabkan karena orang tua, dalam hal ini ayah, tidak mengerti bagaimana mengasuh anak yang baik.

“Fatherless karena tidak tahu cara mengasuh anak, tidak ada model yang bisa ditiru dan tidak ada ilmunya,” ucapnya.

Pentingnya Peran Ayah Dalam Tumbuh Kembang Anak

Diana menyampaikan ayah memiliki peran yang cukup penting dalam tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dalam aktivitas bersama anak dapat menjadi kegiatan yang menstimulasi perkembangan kognitif.

Ada perbedaan gaya bicara antara ayah dan ibu, seperti ayah yang cenderung lebih mengarahkan, lebih singkat. Bentuk komunikasi yang lebih kompleks dengan orang tua menuntut kemampuan bahasa yang lebih tinggi sehingga bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak.

Selain itu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan mendorong perkembangan fungsi eksekutif lebih optimal. Fungsi eksekutif berkaitan dengan kemampuan merencanakan, pengendalian diri, pemecahan masalah, dan atensi.

Diana menuturkan kehadiran sosok ayah dalam pengasuhan juga memengaruhi perkembangan emosi. Relasi positif antar ayah dan anak akan membantu anak mengembangkan emosi yang matang. Tak hanya itu, ayah yang memberikan dukungan emosi atau terlibat pengasuhan bisa mengurangi beban yang dimiliki ibu sehingga turut memengaruhi kualitas hubungan antara ibu dan anak.

Perkembangan emosi yang terhambat, lanjutnya, menyebabkan anak memiliki emosi yang tidak matang sehingga tidak mampu meregulasi emosi baik mengekpresikan maupun mengendalikan emosi. Ketidakmampuan anak mengendalikan emosi ini akan mendorong cemas dan depresi (perilaku internalisasi) dan kontrol diri rendah, berperilaku berlebihan serta agresif (eksternalisasi).

“Keterlibatan ayah juga berpengaruh pada kelekatan anak yang akan memengaruhi perkembangan kognitif dan sosial anak. Anak yang tidak mendapatkan pengasuhan dan kehangatan dari sosok ayah akan mudah mengalmi kecemasan, kompetensi sosial lemah, dan self esteem rendah,” imbuhnya.

Dalam perkembangan moral, ayah berperan penting dalam penanaman nilai inidvidu karena sikapnya cenderung lebih tegas dan maskulin daripada ibu.

Diana menyebutkan bahwa banyak penelitian yang menunjukkan hilangnya peran ayah menyebabkan anak tidak memiliki moral yang baik dan terlibat dalam kenakalan remaja.

Menurutnya, ayah memiliki peran dalam pembentukan identitas seksual anak. Keterlibatan ayah memberikan gambaran mengenai perbedaan gender, terutama pada anak laki-laki ayah menjadi role model dalam menjalankan perannya sebagai laki-laki. Sikap hangat dan positif ayah terhadap anak terutama laki-laki dapat membentuk maskulinitas.

“Banyak anak yang menjadi korban kekerasan seksual merupakan anak yang kehilangan figur ayah,” tuturnya.

Diana kembali menegaskan bahwa ayah memiliki peran penting sama halnya dengan ibu dalam perkembangan anak baik kognitif, sosial, maupun emosional. Keterlibatan ayah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti melakukan kegiatan bersama, komunikasi dengan anak, saling berbagi hal yang disukai, mengasuh anak, memberikan pengarahan, selalu ada untuk anak dan lainnya.

Dampak Fatherless Menurut Psikolog

Diana menyebutkan ketiadaan peran atau kurang terlibatnya ayah dalam keluarga dapat memunculkan hambatan dalam proses perkembangan anak. Beberapa persoalan yang bisa muncul antara lain hambatan dalam pembentukan identitas gender dan peran seksual, penurunan performa akademis, kesulitan penyesuaian psikosoial, kontrol diri rendah, dan self esteem rendah.

Selain itu, kurangnya keterlibatan ayah dapat menjadi faktor risiko munculnya psikopatologi pada anak. Salah satunya kecanduan terhadap zat ataupun aktivitas yang menimbulkan kesenangan seperti kecanduan gadget, game online, napza, rokok dan lainnya.

“Bisa juga memunculkan ganguan perilaku menyimpang, perilaku seksual dan gangguan mood serta bunuh diri,” terangnya.

Baca juga artikel terkait PARENTING atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya