tirto.id -
Jika transaksi akuisisi tak kunjung dilakukan hingga batas waktu yang telah ditentukan, maka perseroan plat merah itu akan rugi. Akibatnya, Inalum harus membayar bunga global bond (obligasi internasional) sebesar 5,9 persen dan mengembalikan global bond yang telah diperoleh.
"Bunganya tetap sama 5,9. Tapi kan kita bayar bunganya aja, enggak ada transaksi," ujarnya saat dihubungi Tirto, Selasa (11/12/2018).
Orias menyampaikan, Inalum telah mendapatkan dana dari obligasi internasional untuk membiayai akuisisi PT Freeport Indonesia sejak awal November lalu.
Total obligasi yang mencapai 4 miliar dolar AS itu sudah ditawarkan ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Hongkong, dan Singapura.
Pinjaman dari global bond ketimbang kredit dari sindikasi bank internasional dipilih untuk mengurangi risiko pembengkakan bunga kredit. Apalagi, saat ini suku bunga di London Interbank Offerd (LIBOR) menunjukkan tren kenaikan.
Selain itu, global bond juga lebih bagus bagi arus kas perusahaan. Sebab jika pinjam dari perbankan harus ada cicilan pokoknya dalam 6 bulan tiap tahun, dalam bentuk obligasi pokoknya dibayarkan di akhir.
Namun, Orias menekankan bahwa dana obligasi tersebut hanya bisa dipakai untuk keperluan akuisisi saham PT FI sebesar 3,8 miliar dolar AS.
Sisanya, sekitar 150 dolar AS, kata dia, "nanti bisa digunakan untuk keperluan lain."
Sayangnya, ia enggan menyampaikan rencana lain yang dimaksud. Begitu pula dengan rencana jangka panjang setelah akuisisi selesai.
"Nanti tanya ke Dirut saja, saya tugasnya cari uang," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri