tirto.id - Namanya Iron Throne—Singgasana Besi. Tampilannya gahar. Ia dibuat dari seribu pedang musuh yang takluk di tangan raja Seven Kingdom. Di bagian dudukan, pedang-pedang itu telah bengkok dan rata seperti dilas. Sandarannya dirakit runcing-runcing, memperlihatkan beraneka bentuk pedang yang direkat satu. Kursi itu dicat pekat warna logam. Kabarnya dicat langsung pakai tangan, bukan mesin. Tingginya 7,2 kaki. Lebar 5,5 kaki, dan berat 350 pound atau sekitar 158 kilogram.
Percaya atau tidak, barang besar dan berat itu adalah sebuah cenderamata. Ia adalah replika Iron Throne yang muncul dalam sinetron Game of Thrones, produksi jaringan televisi HBO. Ia memang dibuat sesuai ukuran aslinya, sebuah singgasana besi yang didesain Ethan Allen untuk sinetron yang akan masuk musim ketujuh itu. Kesuksesan GoT membuat HBO percaya diri membuat cenderamata raksasa itu, yang mungkin saja dianggap konyol bagi mereka yang tidak pernah menonton.
Harganya juga tak tanggung-tanggung. HBO membanderol harga $30 ribu. Itu belum termasuk biaya bungkus dan kirim yang dipatok $1.800.
Singgasana besi, yang mungkin bisa dipakai jadi kursi menonton itu bukan satu-satunya cenderamata unik nan mahal dari HBO. Mereka juga menjual jam anti-darah GoT dengan harga $10.500. Cenderamata lainnya berbentuk tusukan konde, replika baju zirah, senjata, dan piala cakar naga, monopoli, lampu meja belajar, poster, bahkan anggur dan bir yang diminum di Westeros.
Keberanian HBO berdagang barang-barang ini tentu saja tak terlepas dari kesuksesan GoT yang diadaptasi dari novel karya George R.R. Martin yang berjudul A Song of Ice and Fire. Musim pertamanya menangguk rata-rata 2,5 juta penonton. Jumlah ini naik ketika permintaan tayang ulang ramai setelah musim tersebut tamat. Rata-rata penontonnya meningkat jadi 9,3 juta penonton.
Angka ini naik terus di setiap musim baru. Musim kedua, rata-rata penontonnya mencapai 11,6 juta. Musim ketiga ditonton 14,2 juta kali, menjadikan GoT sebagai sinetron HBO paling banyak ditonton kedua setelah The Sopranos. Musim keempat, penontonnya makin meroket sampai angka 18,6 juta, mengalahkan The Sopranos. Musim kelima, naik lagi jadi 25 juta. Angka itu melingkupi 40 persen dari seluruh penonton HBO. Tak heran, jaringan televisi paling kaya di Amerika Serikat itu sangat menganakemaskan GoT.
Bila menilik awal munculnya sinetron ini, HBO memang kelihatan sangat konfiden dengan produksi kisah kolosal yang sering dikritik sekaligus dirayakan karena tontonan vulgar, seksi, dan sadisnya. Episode pilot GoT diperkirakan menelan lebih dari $10 juta. Padahal, rata-rata biaya pembuatan acara-acara orisinal Netflix per episode hanya $3,8 juta sampai $4,5 juta. Sementara itu, biaya pembuatan GoT per episode rata-rata mencapai $6 juta. GoT jadi acara dengan biaya pembuatan termahal ketiga sepanjang masa, menurut Insider Business Times (IBT).
Baca:
Kini, melihat progres keuntungan yang diraih dari GoT, para produser tentu saja tak lagi pikir-pikir merogoh kocek untuk kepentingan produksi. Lima orang aktornya saja dibayar masing-masing 2 juta poundsterling per episode. Tapi, yang unik dari bisnis bernama GoT ini adalah fakta bahwa sinetron itu tak menerima pariwara. Lantas dari mana para produser meraup keuntungan dan rela membuang-buang uangnya pada biaya produksi yang sangat tinggi?
Sebagian biaya produksi dibayarkan oleh Northen Ireland Screen, badan pemerintah yang bertugas mempromosikan film dan produksi televisi di kawasan tersebut. Selama 4 musim awal, agensi tersebut telah menyumbang $15,3 juta. Dan mereka untung hingga $108 juta, karena pengaruh GoT pada pariwisata mereka di kawasan itu.
Selain mendapat keuntungan dari sponsor dan jumlah penonton yang tinggi, GoT juga jadi tambang emas bagi HBO karena penjualan seri buku Song of Ice and Fire di setiap pemutarannya di tiap musim. HBO tentu saja juga meraup keuntungan dari penjualan pernak-perniknya yang punya harga sampai puluhan ribu dolar.
Dalam laporan Nielsen, penjualan seri lanjutan dalam Song of Ice and Fire selalu menanjak ketika episode terakhir tiap musim ditayangkan. Artinya, rasa penasaran para penonton pada musim berikutnya berpengaruh terhadap penjualan buku.
Salah satu teknik pemasaran HBO pada GoT adalah meraup sebanyak-banyaknya pelanggan yang rela berlangganan secara online dengan mereka. Dan pangsa pasar yang mereka lirik bukan cuma di kampung halaman sendiri, Amerika Serikat, melainkan seluruh dunia. Dengan pelanggan loyal itu, mereka siap untuk menghadapi biaya produksi yang besar.
“Game of Thrones adalah tambang emas untuk HBO [...] Acara itu punya rating luar biasa dan menjadi katalis untuk pembicaraan sensasional di internet, yang keduanya berarti duit buat HBO. Siapa pun yang duduk di atas Singgasana Besi dalam cerita itu, Game of Thrones adalah raja di televisi,” tulis IBT.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani