Menuju konten utama

Kenaikan Gaji TNI Dinilai Tak Boleh Ganggu Hajat Hidup Rakyat

Kenaikan gaji TNI dinilai harus memperhatikan banyak aspek, salah satunya tidak mengganggu kemaslahatan hidup rakyat.

Kenaikan Gaji TNI Dinilai Tak Boleh Ganggu Hajat Hidup Rakyat
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (ketiga kiri) didampingi Dankormar Mayjen TNI (Mar) Suhartono (kiri) melakukan inspeksi pasukan saat mengikuti kegiatan Apel Khusus Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto kepada prajurit Korps Marinir, di Bhumi Marinir Cilandak, Jakarta, Selasa (30/4/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang wacana kenaikan gaji TNI sebagai satu hal yang wajar. Sebab, anggaran pertahanan Indonesia jauh dari kata ideal.

Akan tetapi, kenaikan anggaran sebaiknya tidak sampai mengganggu kemaslahatan rakyat akibat kenaikan gaji tersebut.

"Kita harus akui anggaran pertahanan kita belum ideal. Tapi kita juga harus fair melihat bahwa selain pertahanan, ada sektor-sektor yang juga masih harus diprioritaskan karena menyangkut hajat hidup rakyat," kata Khairul saat dihubungi Tirto, Rabu (10/7/2019).

"Apalagi, proyeksi ancaman di masa depan cenderung bersifat nirmiliter sehingga menyiapkan ketahanan nasional mulai dari hulu lebih masuk akal ketimbang peningkatan belanja sektor pertahanan secara signifikan," tambah dia.

Khairul mengatakan, masalah kenaikan gaji TNI bukan persoalan layak-tidak-layak, tetapi patut-tidak-patut. Sebab, dalam pandangan Fahmi, ada permasalahan anggaran di sektor pertahanan. Pertama soal belum selarasnya proyeksi kebutuhan dengan arah kebijakan pemerintah.

Ia mencontohkan kebijakan poros maritim yang mestinya berarti menempatkan anggaran pertahanan laut dan udara secara lebih proporsional.

Masalah lain adalah soal Porsi anggaran untuk belanja alutsista dan pemeliharaannya masih lebih kecil dibanding beban belanja rutin personel dan organisasi. Terakhir adalah masalah pengelolaan dana taktis.

"Problem "dana taktis" dan "komersialisasi aset" yang tak kunjung kelar. Kebocoran anggaran, inefisiensi dan penyalahgunaan aset, berkaitan dengan problem-problem ini," ucap Khairul.

Oleh sebab itu, Khairul beranggapan kenaikan anggaran TNI tidak bisa dilihat secara sektoral dengan ukuran kinerja, kemampuan dan postur saja tapi coba dikaji secara komprehensif dengan memperhatikan irisan dan efeknya pada sektor-sektor lain.

Sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPR RI Fraksi Demokrat Hadi Wahyu Sanjaya menjelaskan, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan TNI. Dalam hal ini, Hadi merujuk bahwa hal itu dapat direalisasikan dengan menaikkan gaji pokok dan menyediakan tempat tinggal yang layak bagi TNI.

Menanggapi hal itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum sepakat soal usulan tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, diriya tidak memungkiri bisa mengupayakan kenaikan anggaran, apalagi jika dampaknya dapat meningkatkan profesionalisme TNI.

Namun, kata Sri Mulyani. saat ini pemerintah juga harus memikirkan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri.

“Kan, kita semuanya tentu berikhtiar terus dalam meningkatkan profesionalisme. Sebetulnya tidak hanya TNI, Polri, aparat penegak hukum secara umum juga dan seluruh birokrasi,” ucap Sri Mulyani kepada wartawan usai pelantikan pejabat eselon II dan III Kemenkeu di Kantor Pusat DJP pada Senin (8/7/2019).

Sri Mulyani menjelaskan, ia harus terlebih dahulu melihat kemampuan keuangan negara. Meskipun di saat yang sama, ia mengatakan ada kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan institusi yang bersangkutan.

“Jadi nanti kita lihat dari sisi keuangan negara maupun dari sisi bagaimana skenario untuk membangun institusi yang baik,” tukas Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait GAJI TNI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno