tirto.id - Wacana kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) mengemuka menjelang pembacaan nota keuangan pada 16 Agustus. Wacana kenaikan gaji muncul sebab sudah beberapa tahun ini ASN tidak mengalami kenaikan gaji imbas pandemi COVID.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, baiknya gaji ASN diputuskan untuk naik di 2022. Kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk mendorong konsumsi yang akan menggerakan perekonomian secara nasional.
“Di tengah pandemi sekarang ini swasta hampir tidak ada yang menaikkan gaji. Malah melakukan PHK, merumahkan pegawai. Dengan PHK yang tinggi pengangguran naik, daya beli turun ekonomi pasti akan turun kalau ekonomi turun PHK tambah tinggi lagi. Harus ada yang menahan penurunan itu. Yaitu mereka yang masih punya daya beli untuk memutar perekonomian yaitu kelompok menengah atas dan ASN,” jelas dia kepada Tirto, Kamis (12/8/2021).
Piter menjelaskan, kenaikan gaji ASN akan membantu menahan turunnya konsumsi. Dengan bertahannya konsumsi, perekonomian bisa bertahan bergerak dan menahan terus terjadinya PHk.
“Jadi kenaikan gaji ASN itu ada manfaatnya di tengah pandemi sekarang ini. Bisa menjadi bagian dari stimulus yang mempertahankan gerak roda ekonomi,” terang dia.
Meski demikian, peningkatan gaji disebut tak tepat saat rakyat tengah terdampak ekonomi akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Institute Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, kenaikan gaji ASN sebaiknya tidak dilakukan selama masa pemulihan pandemi.
“PNS itu kan relatif sudah cukup mapan kan dia kelompok menengah ke atas ya. Menurut saya situasinya adalah pendapatan negara lagi jeblok, belanja negara tinggi karena ada tambahan PEN Rp700 triliun ya harusnya ASN ikut juga merasakan dampak yang dirasakan masyarakat,” kata dia kepada Tirto, Kamis (12/8/2021).
Tauhid menjelaskan, pemerintah seharusnya fokus untuk mempertebal jaring pengaman sosial yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Kemudian memberikan subsidi dan bantuan pada pengusaha UMKM dan memberikan insentif pada industri agar sektor usaha bisa terus bergerak selama proses pengendalian wabah COVID-19 di Indonesia.
“Harus memahami psikologi masyarakat gitu apalagi karena pandemi ini banyak yang di-PHK. Baiknya anggaran dari rencana kenaikan Gaji PNS ini dialihkan ke jaring pengaman sosial. Kan 2022 Indonesia masih recover, harus ditahan agar tidak jatuh miskin, kan selama ini bansos yang diberikan sedikit sekali. Perlu ditambah nilai bantuannya,” tandas dia.
Sebagai informasi, pada tahun 2021 pemerintah menganggarkan Rp 744,75 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) anggaran tersebut naik Rp55,21 triliun dari anggaran PEN di 2020 yang hanya Rp699,43 triliun.
Hingga 30 Juli 2021, realisasi penggunaan PC PEN mencapai Rp305 triliun atau setara 41,02 persen dari pagu anggaran PEN yang sebesar Rp744 triliun. Secara rinci, penggunaan dana untuk program kesehatan sebesar Rp 65,5 triliun dari pagu Rp 214,95 triliun. Lalu, realisasi untuk program perlindungan sosial sebesar Rp 91,84 triliun dari pagu yang sebesar Rp 187,84 triliun.
Selain itu ada pula realisasi dana dukungan UMKM dan korporasi senilai Rp 52,43 triliun dari pagu Rp 171,77 triliun. Selanjutnya, realisasi dana program prioritas Rp 47 triliun dari Rp117,94 triliun. Terakhir, realisasi program insentif usaha Rp 43,35 triliun dari pagu Rp 62,83 triliun.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali