Menuju konten utama

Kemensos Klaim Sudah Tangani Krisis Pangan di Maluku Tengah

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Harry Hikmat menyatakan bahwa, pihaknya telah menangani krisis pangan yang terjadi pedalaman Hutan Seram, Pegunungan Morkele, Kabupaten Maluku Tengah.

Kemensos Klaim Sudah Tangani Krisis Pangan di Maluku Tengah
Ilustrasi. Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum meninjau bantuan sosial beras sejahtera (Bansos Rastra) pada peluncuran perdana Bansos Rastra di Gudang Bulog Tasikmalaya, Senin (29/1/2018). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

tirto.id - Kementerian Sosial (Kemensos) mengklaim telah menangani krisis pangan di daerah pedalaman Hutan Seram, Pegunungan Morkele, Kabupaten Maluku Tengah. Adapun bencana kelaparan yang dialami suku terasing Mause Ane itu disebabkan gagal panen akibat hama babi hutan dan tikus.

Sebanyak empat orang dilaporkan meninggal dunia, sementara jumlah penduduk yang mengalami kelaparan tercatat sebanyak 45 kepala keluarga atau sekitar 170 jiwa.

“Paling tidak kalau kelaparan sudah bisa terpenuhi. Cadangan beras sampai dengan tiga bulan sudah,” kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Harry Hikmat, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta pada Senin (30/7/2018).

Lebih lanjut, Harry menyebutkan bahwa suku Mause Ane tersebut telah mengonsumsi beras sebagai bahan pangan. Harry pun mengklaim mereka sudah relatif modern karena tidak hanya mengonsumsi ubi-ubian.

Selain menyalurkan bantuan berupa beras dan sejumlah perlengkapan, Harry mengatakan dinas sosial setempat dan TNI masih melakukan pendampingan terhadap suku Mause Ane. Ke depannya, Harry mengharapkan agar suku Mause Ane tersebut bisa terdata sehingga dapat tersentuh program bantuan sosial (bansos) pemerintah.

“Dengan mendapatkan hak identitas, terbuka juga akses terhadap program-program yang berkelanjutan, dan mereka pun harus bisa terbantu dari sisi kebutuhan pangan,” ucap Harry.

Masih dalam kesempatan yang sama, Harry lantas mengatakan bahwa mayoritas penduduk suku Mause Ane memang belum terdata. Kesulitan dalam hal pendataan itu disebabkan oleh tempat tinggal mereka yang berpindah-pindah dan juga masih sangat bertumpu pada ladang berpindah.

“Sehingga ketika ladangnya habis oleh tikus dan babi hutan, otomatis mereka kehilangan ladang [pangan]. Nah, ini kan perlu didekati, nggak bisa langsung. Mereka termasuk yang kadang-kadang dari segi bahasa pun nggak mudah,” jelas Harry.

Terkait langkah selanjutnya agar kejadian serupa tak berulang pada suku Mause Ane, Harry mengaku sedang berdiskusi dengan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di bawah Kemensos.

Menurut Harry, perlu adanya tindak lanjut yang meliputi apakah suku Mause Ane itu harus didorong pemberdayaannya secara intensif selama 3-4 tahun ke depan, atau memang mengalami kemiskinan sehingga harus dibantu dengan bansos.

Adapun lokasi tinggal warga suku Mause Ane itu berada di Dusun Maneo. Untuk bisa mencapai dusun tersebut, perlu waktu tiga jam lamanya dari Wahai, atau delapan jam dari Masohi yang merupakan ibukota Kabupaten Maluku Tengah. Perjalanan pun harus dilanjutkan dengan berjalan kaki selama delapan jam sampai ke desa terdekat.

Baca juga artikel terkait KRISIS PANGAN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yandri Daniel Damaledo