Menuju konten utama

KemenP2MI Bahas Pencabutan Moratorium Pengiriman Pekerja Migran

Selama moratorium, ada 183.000 pekerja yang berangkat secara ilegal. Di 2024, ada sekitar 25.000 pekerja berangkat secara ilegal ke Arab Saudi.

KemenP2MI Bahas Pencabutan Moratorium Pengiriman Pekerja Migran
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI.

tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) berencana mencabut moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Hal ini dibahas dalam rapat kerja antara KemenP2MI dan Komisi IX DPR RI yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi IX Gedung Nusantara I, Senin (28/1).

Menteri KemenP2MI, Abdul Kadir Karding, dalam paparannya menyatakan bahwa rencana pencabutan moratorium didasari oleh berbagai perbaikan yang telah dilakukan, terutama terkait skema penempatan dan perlindungan pekerja migran. Salah satunya melalui penerapan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang uji cobanya selesai pada 11 Agustus 2024 dan diklaim mampu menekan potensi pelanggaran hak-hak pekerja migran.

"Kami melihat sudah ada perubahan besar dalam skema kerja sama ini. Sistem satu kanal memberikan perlindungan lebih terintegrasi, mulai dari keberangkatan hingga pekerja pulang ke tanah air," kata Karding.

Moratorium pengiriman PMI sektor domestik ke Arab Saudi telah diberlakukan sejak tahun 2011 dan kawasan Timur Tengah pada 2015 sebagai respons terhadap tingginya kasus kekerasan dan pelanggaran hak terhadap pekerja migran. Namun moratorium ini tidak cukup kuat mencegah keberangkatan pekerja migran ke Arab Saudi dan kawasan Timur Tengah. Karena tidak bisa berangkat dengan legal, maka para pekerja menempuh jalan ilegal, antara lain berangkat dengan visa turis.

“Selama moratorium, ada 183.000 pekerja yang berangkat secara ilegal. Di 2024 saja, ada sekitar 25.000 pekerja yang berangkat secara ilegal ke Arab Saudi. Mereka ini tidak terdata, dan membuat mereka sangat riskan perlindungannya,” tambah Karding.

Untuk saat ini KemenP2MI menilai berbagai mekanisme perlindungan sudah lebih siap untuk diterapkan secara efektif. Semisal adanya KemenP2MI, juga kolaborasi dengan sektor terkait, semisal Kemenaker untuk penyelenggaraan dan pengawas Balai Latihan Kerja Luar Negeri, Kemenlu untuk negosiasi dan penandatanganan bilateral, hingga Polri untuk penindangan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Ini juga diikuti dengan beberapa reformasi yang dilakukan oleh kerajaan Arab Saudi, semisal penegasan kontrak kerja hingga pengaduan 24/7.

Dukungan terhadap rencana pencabutan moratorium juga disampaikan oleh anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani. Sebelumnya, dia menyebut paparan KemenP2MI sangat komprehensif, dan dia berharap penerapannya juga turut komprehensif. Ia menyatakan bahwa peluang kerja bagi pekerja migran perlu tetap dibuka, namun harus dibarengi dengan pengawasan ketat terhadap implementasi di lapangan.

"Tapi perlu diingat, PMI yang kita kirim itu juga harus sesuai dengan kebutuhan pasar, baik domestik maupun tenaga kerja internasional. Ini jadi PR Pak Menteri, untuk bisa menjaga ini secara ketat," ujar Irma.

Irma juga menekankan pentingnya memperkuat peran atase tenaga kerja di negara tujuan, regulasi, serta menyiapkan jalur pengaduan yang responsif bagi pekerja migran yang mengalami masalah.

"Kalau paparan yang disampaikan Pak Menteri tadi dijalankan sesuai yang disampaikan, saya kira zero accident itu bisa dicapai," tambah Irma.

Dalam kesempatan yang sama, Muazim Akbar, anggota Komisi IX dari Nusa Tenggara Barat yang punya pengalaman panjang menangani sektor pekerja migran, mengingatkan bahwa meskipun ada perbaikan sistem, tantangan di lapangan tetap besar. Ia mengutip laporan tentang masih banyaknya kasus kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia di negara-negara Timur Tengah.

"Masih banyak pekerjaan rumah kita, terutama dalam memastikan akses bantuan hukum bagi pekerja migran yang menjadi korban kekerasan. Ini tidak cukup hanya dengan sistem; perlu kehadiran negara secara konkret," kata Muazim.

Menanggapi berbagai masukan tersebut, Karding memastikan bahwa KemenP2MI akan memperkuat koordinasi lintas kementerian, serta memastikan semua pekerja migran yang diberangkatkan melalui sistem baru ini mendapatkan perlindungan maksimal, termasuk asuransi, pelatihan pra-penempatan, dan pendampingan hukum.

Di kesempatan lain, Karding menyebut bahwa Arab Saudi menyediakan sekitar 600.000 lapangan pekerjaan, terdiri dari 400.000 di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga, dan sisanya untuk para pekerja formal. Dia juga menyebut bahwa ada berbagai bentuk perlindungan baru yang dibuat Raja Salman yang menjabat sejak 2015, mulai dari penerapan upah minimum hingga pemberian asuransi.

Baca juga artikel terkait PEKERJA MIGRAN atau tulisan lainnya

tirto.id - Flash News
Reporter: Nuran Wibisono
Editor: Tirto Creative Lab