tirto.id - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah berjalan selama sembilan bulan tak terlalu mempengaruhi kenaikan inflasi.
"Dari awal kami hitung memang komponen pembentuk inflasi itu sebesar 40 persen bukan merupakan barang kena pajak," ujarnya dikutip Antara, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Sebelum tarif PPN resmi dinaikkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghitung terlebih dahulu dampaknya terhadap inflasi. Di mana berdasarkan kalkulasi yang ada, dampaknya hanya sekitar 0,4 persen sehingga cukup dapat dikelola.
Selain itu, ditetapkan pula untuk barang-barang yang terkait pendidikan dan kesehatan akan tetap diberikan fasilitas untuk tidak terkena kenaikan tarif PPN agar dampak terhadap inflasi dapat terkendali.
Yon menjelaskan, kenaikan tarif PPN bukan semata-mata untuk menaikkan penerimaan, tetapi untuk mencapai konsolidasi fiskal yang lebih tepat agar penurunan defisit APBN bisa mendarat dengan baik mencapai 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Di sisi lain, alasan lain dari penerapan kenaikan PPN adalah tarif PPN Indonesia yang termasuk rendah di antara negara-negara lain yang berada dalam kisaran 15 persen.
Sejauh ini, lanjut dia, kenaikan tarif PPN sejauh ini sudah berkontribusi kepada negara sekitar Rp56 triliun.
"Ini sesuai dengan perkiraan kami dimana akan terdapat tambahan sekitar Rp6 triliun sampai Rp7 triliun dalam sebulan, sehingga dalam satu tahun kurang lebih Rp60 triliun," tandasnya.