Menuju konten utama

Kemenkes: Pembiayaan Penyakit Kardiovaskular Telan Rp7,7 Triliun

Angka ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan penyakit lain seperti kanker (Rp3,1 triliun), stroke (Rp1,9 triliun), dan gagal ginjal (Rp1,6 triliun).

Kemenkes: Pembiayaan Penyakit Kardiovaskular Telan Rp7,7 Triliun
Ilustrasi Penyakit Jantung Koroner. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia terbesar adalah untuk penyakit kardiovaskular, yakni sebesar 7,7 triliun (T). Penyakit kardiovaskular adalah segala jenis penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah.

“Pembiayaan kesehatan terbesar diduduki oleh permasalahan-permasalahan kardiovaskular, yaitu sekitar Rp7,7 triliun,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Eva Susanti dalam konferensi pers daring via Zoom, yang disiarkan juga melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI pada Rabu (28/9/2022).

Dia melanjutkan, kanker memerlukan pembiayaan kesehatan Rp3,1 triliun, stroke Rp1,9 triliun, dan gagal ginjal Rp1,6 triliun. Hal ini berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2021.

“Inilah yang menyebabkan permasalahan. Kalau ini bisa kita turunkan, ini akan menghemat pembiayaan negara dan nantinya ini bisa kita alihkan anggarannya untuk modal pembangunan di bidang yang lain,” ucap Eva.

Kemudian dia menerangkan bahwa faktor-faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular adalah tingginya konsumsi gula, garam, lemak (GGL), merokok, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol. Faktor-faktor risiko ini juga dapat menyebabkan kanker, diabetes melitus (DM), hingga paru kronik.

Eva pun menyebut bahwa prevalensi rokok terjadi peningkatan di Indonesia, terutama pada perokok anak umur 10-18 tahun. Selain itu, terjadi peningkatan hampir 200 persen untuk yang merokok menggunakan rokok elektrik.“Ini menjadi persoalan utama juga,” kata dia.

Sementara itu, Eva memandang bahwa penyebab kurangnya aktivitas fisik adalah karena kecanggihan teknologi dan kehidupan yang lebih baik di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia hidup dengan malas bergerak (mager).

“Terkait dengan konsumsi alkohol, ini juga menyebabkan seluruh permasalahan penyakit tidak menular,” tambah dia.

Eva pun menjelaskan, hanya tiga dari 10 penderita PTM yang terdeteksi, selebihnya tidak mengetahui bahwa dirinya sakit, karena PTM tidak ada gejala dan tanda sampai terjadi komplikasi. Ironis lagi, dari tiga penderita PTM tersebut, hanya satu orang yang berobat secara teratur.

“Tentu persoalan ini harus kita jawab ya,” tutur dia.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT KARDIOVASKULAR atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri