Menuju konten utama

Kemenkes Imbau Masyarakat Tetap Waspada Malaria Selama Wabah Corona

Penyakit malaria juga akan semakin memperberat kondisi seseorang yang terinfeksi virus Corona baru.

Kemenkes Imbau Masyarakat Tetap Waspada Malaria Selama Wabah Corona
Ilustrasi Malaria. foto/istockphoto

tirto.id - Semakin hari, virus Corona COVID-19 menyebar semakin masif hingga ke daerah endemis malaria di Indonesia terutama NTT, Maluku, dan Papua.

Tidak hanya bahaya infeksi SARS-CoV-2, masyarakat juga diminta untuk waspada terhadap penyakit lain termasuk malaria.

Malaria menjadi salah satu penyakit yang banyak menjangkit masyarakat di Indonesia, maupun dunia. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles tersebut diperkirakan telah menyebabkan setidaknya 216 juta kasus di 91 negara dunia pada 2016 menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Melansir Sehat Negeriku Kemkes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa penyakit malaria memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19 termasuk demam, sakit kepala, hingga nyeri otot.

Kemiripan tersebut membuat prosedur layanan malaria mengacu pada protokol pencegahan COVID-19. Di sisi lain, penyakit malaria juga akan semakin memperberat kondisi seseorang yang terinfeksi virus Corona baru tersebut.

“Penderita malaria dapat terinfeksi penyakit lainnya termasuk COVID-19,” kata Siti, di Gedung Kemenkes, Jakarta, Sabtu (25/4/2020).

Dengan hal tersebut, disarankan kepada petugas layanan malaria untuk mengenakan alat pelindung diri (APD) guna mencegah penularan COVID-19 yang bisa jadi diidap oleh pasien malaria.

Sementara itu, bagi masyarakat luas diharapkan untuk tetap mengutamakan jarak fisik, memakai masker, cuci tangan pakai sabun, dan menghindari kerumunan lebih dari 5 orang. Sebagai tambahan, Siti menyarankan untuk memasang kelambu di ranjang sebagai langkah agar terhindar dari gigitan nyamuk.

Di masa pandemi COVID-19 ini, pemeriksaan diagnostik malaria akan dilakukan dengan Tes Cepat (RDT) sehingga pasien akan mendapatkan pengobatan dengan segera setelah diketahui bahwa ia terinfeksi malaria.

Sementara itu, pembuatan sediaan darah tetap dilakukan untuk konfirmasi hasil RDT dan evaluasi pengobatan malaria.

Siti mengatakan bahwa saat ini, di masa pandemi COVID-19, klorokuin tetap menjadi obat malaria.

“Sehingga, bila sakit malaria minum obat Anti-malaria sesuai aturan,” ungkapnya lebih lanjut.

Oleh karenanya, perencanaan kebutuhan logistik terutama RDT dan obat Anti-malaria (OAM) disiapkan untik mencukupi sampai 2-3 bulan ke depan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara itu, diimbau bagi petugas dinas kesehatan provinsi, kabupaten/ kota untuk memantau dan mengantisipasi layanan malaria saat pemberlakuan pembatasan sosial atau karantina wilayah ini.

Di sisi lain, WHO memberikan rekomendasi untuk memberikan obat massal (MDA) guna mengurangi kasus dan angka kematian yang disebabkan malaria selama epidemi ini dan darurat. Dengan menggunakan MDA, masyarakat yang ditargetkan akan diberikan obat-obatan antimalaria secara berulang terlepas dari adanya gejala atau tidak.

Akan tetapi, langkah tersebut hanya dapat dilakukan setelah pertimbangan secara hati-hati demi dua tujuan utama yakni menurunkan angka kematian terkait malaria dan menjaga kesehatan petugas kesehatan. Lebih lanjut, WHO sedang mendiskusikan kapan dan bagaimana cara untuk melakukan tindakan tersebut.

Baca juga artikel terkait MALARIA atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari