tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sebanyak 8 juta warga di 38 provinsi yang melakukan cek kesehatan gratis (CKG), mayoritas diikuti perempuan.
Direktur Promosi Kesehatan dan Kesehatan Komunitas Kemenkes, Elvieda Sariwati, merinci peserta perempuan sebanyak 62,24 persen atau 5.366.372 orang. Sedangkan peserta laki-laki hanya 37,76 persen dari total 8 juta yang mengikuti CKG, yakni 3.257.293 orang.
“Jadi, sampai saat ini sudah 8 juta lebih orang yang melakukan cek kesehatan. Dan ternyata, kenapa ya perempuan lebih banyak ya? 2 dari 3 itu perempuan. Ini kenapa para laki-laki kok kurang semangat melakukan CKG,” kata Elvieda di Kantor Kementerian PMK, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Elvieda menjelaskan alasan utamanya adalah masalah kesehatan yang ditemukan. Dalam temuan Kemenkes, dikatakan bahwa bahwa 1 dari 2 perempuan peserta CKG memiliki obesitas sentral.
Lebih lanjut, dia menjelaskan obesitas sentral adalah mereka yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 90 centimeter (cm) untuk laki-laki, dan lingkar pinggang lebih dari 80 cm untuk perempuan. Sedangkan, hanya 1 dari 4 peserta CKG dari laki-laki yang memiliki obesitas sentral.
“Itu ternyata paling banyak ini masalah yang ditemukan. Jadi 1 dari 2 perempuan. Nah tadi karena mungkin perempuan yang paling banyak yang datang, sehingga perempuan yang ketahuan bahwa 1 dari 2 itu mengalami obesitas sentral,” ucap Elvieda.
Menurutnya, orang dengan obesitas sentral berkemungkinan menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi. Selain itu, mereka juga berpotensi memiliki penyakit gula atau diabetes.
“Untuk orang yang obesitas sentral ini, ternyata dari data ini, beresiko untuk hipertensi dan gula itu 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi dibanding yang lingkar pinggangnya normal,” ucapnya.
Elvieda menekankan pentingnya untuk melakukan cek kesehatan, terutama memperhatikan lingkar pinggang dengan mengukurnya secara berkala. Hal ini penting dilakukan karena lebih baik dapat mendeteksi penyakit yang tidak diinginkan sehingga dapat segera ditangani lebih awal.
“Karena lebih besar resikonya untuk menderita hipertensi dan diabetes. Sehingga kalau nggak akan deteksi, takutnya nanti jantungan, kemudian stroke, ataupun gagal ginja,” tutup Elvieda.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama