Menuju konten utama

Kemenkes: Banyak Propaganda Misleading Soal Rokok Elektrik

Risiko kesehatan dari rokok elektrik tetap tinggi karena masih mengandung nikotin yang bersifat adiktif.

Kemenkes: Banyak Propaganda Misleading Soal Rokok Elektrik
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, dalam acara peluncuran Kampanye Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat di JW Marriott Hotel Jakarta, pada Rabu (11/6/2025). tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa banyak propaganda menyesatkan soal rokok elektrik yang beredar luas di masyarakat. Produk ini kerap dianggap lebih aman dibanding rokok konvensional, padahal risiko kesehatan dari rokok elektrik tetap tinggi dan tidak bisa diabaikan.

"Banyak juga propaganda yang di sini mengenai rokok elektrik ini. Katakan juga rokok elektrik [dianggap] adalah salah satu rokok yang bisa mengurangi kecanduan terhadap nikotin," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, dalam peluncuran Kampanye Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat di JW Marriott Hotel Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Nadia menilai bahwa mayoritas rokok elektrik masih mengandung nikotin, entah dalam persentase banyak ataupun sedikit. Sehingga, klaim rokok elektrik tak memiliki kandungan nikotin dan menjadi alat bantu berhenti merokok adalah hal yang keliru.

"Kalaupun ada yang katanya sangat sedikit bahkan tidak ada sekali, tapi kita tahu sebagian perokok itu akan pindah mencari rokok elektronik yang ada nikotinnya karena rasanya jauh lebih enak," tutur Nadia.

Menurut Nadia, nikotin adalah zat yang bersifat adiktif sehingga pengguna akan merasakan gejala sakau jika akan berhenti mengonsumsinya.

“Kalau enggak adiktif, kita enggak akan ada rasa sakaunya untuk berhenti merokok. Sakit kepala, keringat dingin, berdebar-debar. Itu rasa-rasa yang dirasakan oleh anak rokok pada waktu akan berhenti merokok,” kata Nadia.

“Jadi, banyak juga informasi yang mengatakan bahwa rokok elektronik ini bisa menggantikan rokok konvensional karena dia tidak menimbulkan kecanduan. Padahal, kita bisa lihat tetap ada kandungan nikotinnya. Nah, kan nikotin itu yang menyebabkan adiktifnya,” sambungnya.

Nadia juga mengingatkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan nikotin tidak memiliki batas aman. Bukan karena belum ada data, melainkan karena WHO menilai memang tidak ada level nikotin sekecil apa pun yang dianggap aman bagi kesehatan.

“Karena sebenarnya WHO mengatakan walaupun hanya 0,00 sekian dari nikotin, tapi itu adalah suatu zat yang secara kesehatan itu berbahaya,” tutur Nadia.

Baca juga artikel terkait ROKOK ELEKTRIK atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - GWS
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi