Menuju konten utama

Kemendag Perketat Ekspor Limbah Sawit Dorong Implementasi B40

Kemendag memperketat ekspor terhadap sejumlah limbah kelapa sawit untuk mendorong implementasi penerapan biodiesel B40.

Kemendag Perketat Ekspor Limbah Sawit Dorong Implementasi B40
Menteri Perdagangan Budi Santoso saat ditemui usai acara sertijab Menteri Perdagangan di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (21/10/2024). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi

tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperketat ekspor terhadap sejumlah limbah kelapa sawit untuk mendorong implementasi penerapan biodiesel B40 yang resmi diberlakukan per 1 Januari 2025 lalu.

Sejumlah limbah kelapa sawit tersebut antara lain limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).

“Menindaklanjuti arahan Presiden, kami menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) bagi industri minyak goreng dan mendukung implementasi B40,” kata Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (10/01/2025).

Kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mulai berlaku pada 8 Januari 2025.

Budi menjelaskan bahwa aturan tersebut mengatur mengenai Kebijakan Ekspor. Produk Turunan Kelapa Sawit residu, yaitu POME dan HAPOR, dan UCO, termasuk syarat untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE).

Berdasarkan Permendag 2 Tahun 2025 Pasal 3A, ekspor UCO dan residu akan dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan pemerintah di bidang pangan. Selain itu, pembahasan pada rapat koordinasi termasuk ada dan tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat persetujuan ekspor.

“Namun demikian, bagi para eksportir yang telah mendapatkan PE Residu dan PE UCO yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag Nomor 26 Tahun 2024, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” kata Budi.

Budi mengatakan selama ini ekspor limbah pabrik kelapa sawit tercatat melebihi kapasitas. Sejak Januari hingga Oktober 2024, ekspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton. Volume ekspor kedua limbah tersebut lebih besar dibandingkan ekspor CPO pada periode yang sama hanya sebesar 2,70 juta ton.

Sementara itu, pada 2023, ekspor POME dan HAPOR mencapai 4,87 juta ton. Volume ekspornya juga jauh lebih besar daripada ekspor CPO pada periode itu yang hanya sebesar 3,60 juta ton. Ekspor POME dan HAPOR pada lima tahun terakhir (2019—2023) tumbuh sebesar 20,74 persen, sementara volume ekspor CPO turun rata-rata sebesar 19,54 persen pada periode yang sama.

Berdasarkan data tersebut, Budi mengatakan, ekspor POME dan HAPOR tercatat jauh melebihi kapasitas wajar yang seharusnya atau hanya sekitar 300 ribu ton. Hal ini menjustifikasi bahwa POME dan HAPOR yang diekspor bukan yang murni dari residu atau sisa hasil olahan CPO saja, tetapi juga merupakan pencampuran CPO dengan POME atau HAPOR asli. Mendag Budi pun memperkirakan, volume ekspor ini dapat terus meningkat di masa mendatang.

“Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan mengkhawatirkan bagi ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri di dalam negeri,” kata Mendag Busan.

Peningkatan ekspor POME dan HAPOR juga dapat diakibatkan oleh pengolahan buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR. Menurut Budi, kondisi tersebut mengarah pada banyaknya TBS yang dialihkan untuk diolah oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau dikenal sebagai PKS berondolan. Hal tersebut mengakibatkan PKS konvensional kesulitan mendapatkan TBS.

Baca juga artikel terkait NILAI EKSPOR atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama