tirto.id - Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1, Suswono, panen kritik pedas setelah melontarkan celetukan yang dinilai bernada seksis. Politikus senior PKS itu memberikan saran agar janda kaya raya sebaiknya menikahi pria pengangguran.
Guyonan itu disampaikan Suswono di sela-sela acara yang dihadiri relawan dan undangan di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024) pekan lalu. Dalam pandangan Suswono, ide pernikahan antara janda kaya dan pemuda pengangguran bakal meningkatkan angka kesejahteraan di Jakarta.
Konteks pernyataan Suswono sebetulnya tengah menekankan komitmen pasangan Pilkada DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono, dalam melanjutkan program kartu bantuan untuk warga Jakarta. Ia mengungkapkan ide untuk menambah dua macam lagi kartu bantuan: untuk anak yatim dan janda miskin.
"Pak ada kartu janda enggak? Saya pastikan kalau janda miskin pasti ada. Tapi masa janda kaya minta kartu juga?," tutur Suswono.
Suswono berkelakar bahwa janda kaya tidak perlu mendapat bantuan. Bahkan, disarankan untuk menikah dengan pemuda pengangguran.
Tak tanggung-tanggung, Suswono mengambil referensi dari kisah Nabi Muhammad Saw dan Siti Khadijah. Ia menjelaskan bahwa Siti Khadijah merupakan seorang janda sekaligus pengusaha kaya raya kala itu.
"Saya sarankan janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur," candanya.
Guyonan Suswono langsung ramai diperbincangkan di media sosial. Warganet merasa bahwa Suswono keliru sudah memakai Nabi Muhammad SAW sebagai referensi dari candaan recehnya itu. Selain itu, sejumlah pegiat perlindungan hak perempuan menilai ucapan Suswono bias gender. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa objektifikasi perempuan dan ketimpangan gender masih begitu mengakar di arena politik negeri ini.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, memandang ucapan Suswono dapat dikategorikan sebagai bentuk objektifikasi terhadap perempuan. Suswono menilai perempuan dianggap sebagai entitas yang memiliki kekayaan dan harus dibagikan kepada laki-laki tidak mampu. Pernyataan ini, kata Nisa, mengaitkan status ekonomi perempuan (janda kaya) dengan peran gender tradisional (menikahi laki-laki).
"Ucapan itu mengedepankan norma bahwa perempuan harus berperan sebagai penyelamat atau penyedia," kata Nisa kepada reporter Tirto, Senin (28/10/2024).
Ucapan Suswono memperkuat norma-norma patriarkal yang mengakar di masyarakat. Perempuan, kata Nisa, kerap diposisikan sebagai pihak yang harus berkorban atau mengambil tanggung jawab sosial dalam keadaan genting, sementara laki-laki justru diposisikan pasif.
Celetukan bernada seksis dan bias gender bukan cuma datang dari mulut Suswono. Sebelumnya, calon kepala daerah lain juga dinilai melakukan aksi serupa.
Misalnya, Cawagub Banten Dimyati Natakusumah, yang berkata bahwa perempuan jangan diberi beban berat, apalagi menjadi gubernur. Menurutnya, laki-laki yang semestinya memajukan Banten. Politikus yang juga berasal dari PKS itu mengucapkan hal tersebut dalam agenda debat Cagub-cawagub Banten di Auditorium Menara Bank Mega Kompleks Transmedia, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2024).
Sontak saja pernyataan itu dinilai merendahkan perempuan yang berkiprah di arena politik. Dimyati seakan ingin menyindir rivalnya yang merupakan politisi perempuan sekaligus cagub Banten, Airin Rachmi Diany.
Nisa memandang, sikap Dimyati dan Suswono sama-sama mencerminkan pandangan bias gender. Pandangan semacam ini memang dipengaruhi oleh budaya patriarkal yang mengakar.
Masyarakat yang menganggap bahwa kepemimpinan identik dengan maskulinitas cenderung menolak atau meragukan kapasitas perempuan dalam posisi kepemimpinan. Bias gender di arena politik, kata Nisa, sering kali didukung oleh norma sosial dan tradisi yang menganggap perempuan tidak memiliki kapasitas, keberanian, atau kualitas emosional untuk memimpin.
"Hal ini menyebabkan pengabaian terhadap potensi dan kontribusi perempuan," ucap Nisa.
Di masyarakat masih ada pandangan bahwa pekerjaan di ranah publik lebih cocok untuk laki-laki, sementara perempuan berfokus pada peran domestik. Ini menciptakan kekosongan dalam representasi perempuan dalam posisi strategis di arena politik.
Nisa menyayangkan ungkapan seksisme dan bias gender justru datang dari para calon kepala daerah. Mereka seharusnya memiliki pandangan yang progresif mengenai hak-hak perempuan, baik dalam masyarakat maupun di kancah politik.
Calon kepala daerah perlu mempromosikan pendidikan yang menekankan kesetaraan gender untuk mendidik masyarakat soal urgensi peran perempuan dalam politik dan keputusan publik. Kesadaran ini dapat mengubah pola pikir yang diskriminatif terhadap perempuan
"Perlu ada upaya aktif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, termasuk dalam proses pemilihan," ucap Nisa.
Merugikan Perempuan
Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, menilai pernyataan Suswono yang menyarankan janda kaya menikahi pemuda pengangguran dapat dilihat sebagai refleksi pemikiran patriarkal yang mendominasi masyarakat. Pernyataan ini tidak hanya menstigmatisasi perempuan yang telah bercerai atau seorang janda, tetapi juga memperkuat stereotip bahwa perempuan, terutama yang kaya, harus mengambil tanggung jawab untuk menyelamatkan laki-laki.
Felia menilai pernyataan Suswono tidak mendidik dan patut disayangkan. Ia menilai masih ada bias gender yang menganggap perempuan sebagai sumber daya ekonomi yang dapat diakses dan dimanfaatkan laki-laki.
“Alih-alih mendorong kesetaraan gender, menurut saya hal ini menunjukkan permasalahan rendahnya kesadaran gender, termasuk di kalangan kandidat di Pilkada,” ucap Felia kepada reporter Tirto, Senin (28/10/2024).
Selain itu, Suswono seolah-olah mensimplifikasi persoalan utama terkait pengangguran di kalangan laki-laki muda. Padahal, pemuda yang menganggur terjadi sebab berbagai faktor struktural yang mendalam seperti akses pendidikan yang tidak merata, kurangnya serapan kerja, hingga tantangan ekonomi yang dihadapi generasi muda.
Mengaitkan pengangguran dengan hubungan personal seperti menikahi janda, menurut Felia, tidak hanya mengabaikan konteks sosial dan ekonomi yang lebih luas, tetapi juga memperkuat stereotip bahwa laki-laki harus bergantung pada perempuan dalam hal finansial.
Felia beranggapan, budaya patriarkal diperkuat dengan rendahnya representasi perempuan di posisi kepemimpinan dalam kancah politik. Hal ini mengakibatkan ketidakadilan gender yang berkelanjutan. Ketidakadilan ini turut dipengaruhi oleh pendidikan, akses informasi, serta peluang partisipasi yang tidak merata bagi perempuan.
Dengan adanya persoalan ini, Felia menilai menjadi penting agar partai politik memperbaiki pemahaman dan komitmen terkait kesetaraan gender, inklusi, representasi, serta partisipasi yang bermakna bagi politisi perempuan.
“Reformasi kelembagaan partai, termasuk dalam hal seleksi kandidat yang berbobot, plus peka dan sadar gender, juga harus diperbaiki,” kata Felia.
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Nasional Perserikatan Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi, menilai perkataan Suswono bernada seksi dan merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ia menilai pandangan semacam ini berpotensi melanggengkan bentuk kekerasan stereotip terhadap perempuan.
“Pernyataan tersebut tentunya mempertegas bagaimana perspektif patriarki masih sangat membumi di Indonesia bahkan ironisnya pernyataan tersebut keluar dari mulut calon pemimpin,” kata Armayanti kepada reporter Tirto, Senin (28/10/2024).
Sebagai calon kepala daerah yang akan menjalankan konstitusi dan mandat rakyat, sudah seharusnya calon pemimpin bangsa memiliki cara pandang yang adil gender. Armayanti menyatakan bahwa seorang calon kepala daerah sebaiknya punya visi dan misi yang dapat memutus rantai kekerasan dan diskriminasi bagi perempuan.
Selain itu, menjadi penting bagi calon kepala daerah mempunyai agenda untuk meningkatkan partisipasi bermakna bagi perempuan di berbagai aspek pembangunan dan politik di Indonesia. Armayanti mengingatkan, maskulinitas politik patriarkal kerap dijadikan alat politik untuk menjatuhkan atau menghambat partisipasi kepemimpinan perempuan di arena politik dan sektor publik.
“Cara pandang patriarkis tersebut berdampak terhadap berbagai situasi ketidakadilan gender, kekerasan fisik, seksual, dan emosional bagi perempuan,” tegas Armayanti.
Permintaan Maaf Suswono
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Suswono, meminta maaf atas kontroversi yang timbul akibat pernyataannya soal janda kaya menikahi laki-laki pengangguran.
"Saya menyadari bahwa pernyataan saya dalam pertemuan dengan relawan Bang Japar telah menimbulkan polemik. Atas hal itu, saya meminta maaf sekaligus mencabut pernyataan tersebut," ucapnya dalam keterangan yang diterima Tirto, Senin (28/10/2024).
Menurut Suswono, pernyataan tersebut hanya candaan. Kala itu, dia mengaku tengah menanggapi celetukan warga ketika bersosialisasi dalam rangka Pilkada Jakarta. Politikus PKS itu tidak bermaksud menyinggung janda maupun Nabi Muhammad Saw karena Nabi Muhammad Saw merupakan sosok yang menjadi teladannya.
"Namun, saya akui jika guyonan tersebut kurang tepat dan bijaksana. Apa pun penjelasannya, saya sepenuhnya mengakui kesalahan saya. Guyonan tersebut meskipun dimaksudkan untuk menyampaikan kepedulian kepada anak yatim dan para janda serta pemuda di Jakarta, jelas tidak pada tempatnya," urainya.
Suswono pun menegaskan permintaan janda kaya raya menikahi laki-laki pengangguran bukan merupakan program Paslon Ridwan Kamil-Suswono (RIDO). Suswono juga mengatakan akan lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di hadapan masyarakat. “Mari kita lanjutkan pembicaraan mengenai program yang membawa manfaat bagi masyarakat Jakarta," tutur Suswono.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher