Menuju konten utama

Kedudukan Anak Angkat dalam Pembagian Warisan Menurut Hukum

Bagaimana kedudukan anak angkat dalam pembagian warisan menurut hukum? Berikut adalah penjelasannya.

Kedudukan Anak Angkat dalam Pembagian Warisan Menurut Hukum
Ilustrasi Warisan. foto/Istockphoto

tirto.id - Anak angkat merupakan anak hasil dari pengangkatan pasangan suami istri. Pengangkatan anak berarti pula pengalihan hak dari lingkungan keluarga orang tua kandung ke lingkungan keluarga orang tua angkat.

Adanya pengangkatan anak umumnya didasari oleh keinginan pasangan suami isteri yang belum dikaruniai anak kandung. Karena itu, adopsi anak menjadi langkah yang dipilih untuk memiliki anak.

Memiliki anak angkat berarti pula bertanggung jawab atas perawatan sang anak tersebut, dari mulai kecil hingga dewasa. Persoalan baru akan timbul ketika kedudukan anak angkat dipertanyakan dalam perkara pembagian warisan orang tua angkat.

Bagaimana kedudukan anak angkat dalam pembagian warisan? Apakah anak angkat berhak memperoleh warisan?

Warisan Anak Angkat Menurut Hukum Nasional

Dalam hukum nasional, anak angkat sebenarnya tidak memiliki hak sebagai pewaris atas warisan orang tua angkatnya. Ketentuan ini berdasarkan pada Pasal 832 KUHPerdata.

Pasal 832 KUHPerdata menyebut bahwa pihak yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah. Hal ini mencakup keluarga yang sah menurut undang-undang maupun di luar perkawinan, serta suami atau istri yang hidup terlama berdasarkan peraturan.

Mengacu pada regulasi di atas, pihak yang berhak menjadi pewaris dapat dibagi ke dalam empat golongan. Golongan 1 adalah suami/isteri yang hidup terlama serta anak/keturunannya.

Golongan II merupakan orang tua dan saudara kandung pewaris. Golongan III meliputi keluarga sesudah bapak dan ibu pewaris, berdasarkan tarikan garis lurus ke atas. Sebagai contoh adalah kakek dan nenek pewaris dari pihak ibu ataupun bapak.

Sementara itu, Golongan IV adalah paman dan bibi pewaris, baik dari pihak bapak maupun ibu. Golongan ini juga meliputi keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam, dihitung dari pewaris. Kemudian, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunanannya, hingga derajat keenam.

Berdasarkan pada urutan pewaris di atas, sudah jelas bahwa keluarga yang masih memiliki hubungan darah adalah pewaris sah. Di sisi lain, anak angkat bisa dikatakan tidak punya kedudukan sama sekali.

Anak angkat baru memiliki kedudukan jika pembagian harta waris didasarkan pada surat wasiat, sebagaimana diatur dalam Pasal 875 KUHP Perdata. Hal ini dengan catatan bila orang tua angkat membagi warisannya lewat wasiat, yang ditujukan kepada anak angkat.

Pembagian warisan melalui wasiat dianggap sebagai cara ideal. Sebab, pewarisan harta lewat wasiat akan cenderung melindungi ahli waris sesungguhnya, sekalipun merupakan anak angkat.

Warisan Anak Angkat Menurut Hukum Islam

Kedudukan anak angkat juga memiliki bahasan tersendiri dalam konteks pembagian warisan menurut hukum Islam. Hukum Islam mengenal adanya 7 kelompok ahli waris.

Ketujuh kelompok ahli waris ini terdiri dari ashhabul furudl,ahsabah nasabiyah,dzawurradi,dzawul arham,radd,‘ashib sababi, dan baitulmal. Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam juga memaparkan pihak-pihak yang tergolong sebagai ahli waris.

Hubungan darah masih menjadi dasar dari keabsahan sebagai ahli waris. Dari pihak laki-laki, hubungan darah terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek. Adapun golongan perempuan mencakup ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.

Kelompok berikutnya sebagai ahli waris didasarkan pada hubungan perkawinan. Warisan hanya berhak diperoleh anak, ayah, ibu, janda, atau duda, dengan catatan semua ahli waris itu masih hidup.

Di antara semua kategori di atas, anak angkat masih bukan termasuk pihak yang punya hak atas warisan. Pasalnya, mereka tak memiliki hubungan darah dengan pewaris.

Anak angkat digolongkan sebagai pihak di luar ahli waris. Mereka bisa menerima warisan melalui jalur wasiat wajibah. Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam juga menulis bahwa anak angkat tetap menerima harta warisan orang tua angkatnya atau ahli waris lewat jalur wasiat. Nilai wasiat tidak melebihi 1/3 harta warisan.

Baca juga artikel terkait WARISAN atau tulisan lainnya dari Ahmad Yasin

tirto.id - Hukum
Kontributor: Ahmad Yasin
Penulis: Ahmad Yasin
Editor: Iswara N Raditya