Menuju konten utama

Ke Belanda & Ceko, Mahfud akan Temui Eksil Peristiwa 1965

Mahfud MD bakal mendengar permintaan para korban eksil 1965 dan menyampaikan hak-hak yang wajib diterima sebagai korban pelanggaran HAM berat.

Ke Belanda & Ceko, Mahfud akan Temui Eksil Peristiwa 1965
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) bersama anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum Najwa Shihab (kanan) dan Zainal Arifin Mochtar (kiri) memberikan keterangan pers terkait Tim Percepatan Reformasi Hukum di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (9/6/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) bekerja untuk memulihkan hak-hak korban, termasuk korban peristiwa 1965–1966.

Mahfud membantah pendekatan ke korban peristiwa 1965-1966 sebagai upaya menghidupkan kembali komunisme.

Mahfud mengatakan tidak ada kebijakan politik hukum baru yang berubah setelah Tim PP HAM dibentuk, karena fokusnya hanya untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.

“Jadi tidak ada politik hukum baru tentang ideologi, tentang komunisme. Ini bersesuaian dengan Undang-Undang Dasar (1945). Hak-hak korban kejahatan atau pelanggaran HAM berat itu harus diprioritaskan karena prosedur-prosedur hukum yang disediakan oleh negara itu tidak bisa jalan,” kata Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Mahfud pun akan menemui eksil peristiwa 1965-1966 di beberapa negara, seperti Belanda dan Ceko. Utamanya kepada mereka yang kala itu menjadi mahasiswa ikatan dinas, namun tak bisa kembali ke Indonesia, imbas peristiwa Gerakan 30 September.

Dalam kunjungannya itu, Mahfud bakal mendengar permintaan para korban dan menyampaikan hak-hak yang wajib mereka terima sebagai korban pelanggaran HAM berat.

“Sekarang (jumlah eksil) ada kira-kira 130-an (orang) di berbagai negara. Itu mau kami datangi karena pada umumnya mereka hanya minta mereka tidak dianggap sebagai pengkhianat, mereka minta bahwa mereka warga negara yang setia kepada Indonesia. Kami mau tawari (mereka) pulang, tetapi tidak banyak yang mau pulang karena mereka sudah umur 82 tahun, 83 tahun sehingga kami akan berdiskusi ke sana menyatakan tentang hak-hak konstitusionalnya,” kata Mahfud.

Mahfud menyampaikan eksil yang menjadi korban saat peristiwa 1965–1966 sebagian besar merupakan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri, tetapi mereka tidak dapat pulang ke Tanah Air.

“Banyak orang yang bersekolah di Eropa pada waktu itu tidak boleh pulang karena tidak membuat pernyataan mengutuk pemerintah lama. Mereka, saya tidak tahu di dalam karena dia tanda tangan, lalu paspornya dicabut terus tidak bisa pulang. Itu banyak sekali,” katanya.

Di Belanda, Mahfud dijadwalkan menemui para eksil di Amsterdam, sementara di Ceko, tim bakal menemui para eksil di Praha. Mahfud juga akan melawat ke Turki dan Korea Selatan, tetapi itu untuk meneken dokumen kerja sama keamanan bersama pemerintah dua negara tersebut.

Baca juga artikel terkait PPH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto