tirto.id - Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengingatkan amandemen UUD 1945 jangan sampai dibuat untuk mempermainkan konstitusi. Misalnya saja untuk melanggengkan kekuasaan presiden menjadi tiga periode atau penundaan pemilihan umum.
Hal ini dikatakannya menanggapi sikap PDI Perjuangan yang mengusulkan penundaan kajian amandemen UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Senior Partner Indrayana Centre for Govenment, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm ini mengatakan, amandemen bukan satu hal yang tabu, tetapi jika yang diubah adalah PPHN, dia menilai itu tidak urgen.
Ia menilai, PDIP khawatir pembahasan amandemen UUD 45 melebar dan menimbulkan polemik berkepanjangan. Apalagi saat ini muncul isu perpanjangan jabatan presiden dan penundaan pesta demokrasi. Karena itu, partai berlogo banteng moncong putih tersebut meminta penundaan amandemen.
“Dengan PDIP menarik dukungannya ini, bagi saya itu menunjukkan PDIP khawatir ini bisa melebar ke isu-isu yang lain,” tutur Indrayana saat dihubungi Tirto, Jumat (18/3/2022).
“Jadi, PDIP kelihatannya ingin tidak ada bola-bola liar dalam amandemen."
Menurut dia, PDIP harus menutup rapat-rapat pintu amandemen jika tak ingin masa jabatan presiden bertambah atau Pemilu 2024 diundur. Pasalnya, wacana itu bisa saja terwujud apabila pintu amandemen masih terbuka.
“Bagi saya, penarikan dukungan dari wacana amandemen atau perencanaan amandemen ini konsisten dengan statement-statement PDIP sebelumnya, yang menolak penambahan masa jabatan maupun penundaan pemilu,” ujar Indrayana.
“Intinya, kita doronglah partai-partai untuk lebih kokoh menyelamatkan konstitusi kita dengan tugas menolak wacana penambahan masa jabatan presiden untuk penundaan pemilu, termasuk amandemen. Jadi kalau PDIP melakukan langkah itu, ya kita dukung,” tambah dia.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menyarankan sebaiknya amandemen UUD 1945 tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024, apalagi situasi psikologi bangsa saat ini sedang tidak kondusif.
Basarah menerangkan, sebelum memulai langkah formil perubahan UUD, MPR harus lebih dahulu memastikan situasi dan kondisi psikologi politik bangsa dalam keadaan yang kondusif.
Selain itu, publik juga harus memiliki common sense atau akal sehat bahwa amandemen UUD tersebut sebagai suatu kebutuhan bangsa. “Bukan kepentingan satu kelompok apalagi perseorangan tertentu saja,” tukas Basarah.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Fahreza Rizky