tirto.id - Aisha Weddings ramai jadi perbincangan warganet di Facebook, dan Twitter. Menurut penelusuran Tirto di Twitter, "Aisha Wedding" jadi trending nomor 1 di dengan jumlah twit sebanyak 2.618 hingga Kamis (11/2/2021) pukul 09.35 WIB.
Viralnya Aisha Weddings bermula dari twit @SwetaKartika pada Selasa (9/2/2021) yang mengutip promosi Aisha Weddings soal pernikahan di bawah umur. Dalam tangkapan layar dari Aisha Wedding website itu, tercantum promosi agar wanita harus menikah pada usia 12-21 tahun.
"Semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih," demikian tertulis di website Aisha Weddings aishaweddings.com.
Hal ini tentu memantik respons warganet. Banyak warganet yang terkejut dengan kemunculan Aisha Weddings, promosi nikah muda berkedok wedding organizer (WO).
Jika dilihat dari website Aisha Weddings, banyak hal-hal kontroversial di dalamnya, tetapi yang paling jadi perhatian adalah soal ajakan menikah muda dan menikahkan anak di bawah umur.
Yayasan Pulih, yang bergerak di bidang pemulihan psikologis, memberikan paparan mengenai bahaya menikahkan anak di bawah umur, atau sebelum mereka berada di usia matang.
"Menikahkan anak sebelum mreka matang scr fisik, pemikiran & emosional justru akan menghambat anak utk dpt mengeksplorasi dunianya lebih jauh, jg membuat mreka lbh rentan terkena kekerasan serta dampak negatif lainnya dr perkawinan anak," demikian twit Yayasan Pulih pada Rabu (10/2/2021).
Bahaya Nikah Anak di Bawah Umur
Menurut Yayasan Pulih, pernikahan anak di usia dini merupakan salah satu isu pelanggaran hak asasi anak yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Ada beberapa dampak yang ditimbukan dari pernikahan anak, yaitu:
1. Aspek Pendidikan dan Pengembangan Diri
Anak memiliki kesempatan yang terbatas untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi, minat, dan bakat yang dimiliki. Menikahkan anak menyebabkan putus sekolah dan melanggengkan lingkaran kemiskinan.
Pernikahan anak juga meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran, measalah kesehatan seksual, reproduksi, bahkan kematian usia dini.
2. Aspek Kesehatan Biologis dan Fisik
Kesehatan reproduksi anak yang menikah memiliki risiko tinggi, mulai dari gangguan kesehatan sampai kematian. Risiko kematian janin yang dikandung atau ketika proses persalinan karena beragam alasan.
Proses persalinan di usia muda merupakan faktor risiko tertinggi bagi kematian anak perempuan. Kesehatan bayi yang lahir mungkin kurang terpenuhi, karena kurang siap mengasuh anak dan kemungkinan tingkat ekonomi rendah.
3. Aspek Kesehatan Psikologis
Tekanan-tekanan mental akibat perkawinan anak dapat menyebabkan gangguan mental pada anak yang menikah, mulai dari keadaan emosi yang tidak stabil, tidak mampu mengelola diri, sampai gangguan mental berat seperti depresi dan bunuh diri.
Anak yang menikah mengalami tekanan mental dari tuntuan menjalankan peran sebagai orang tua di usia muda. Anak atau remaja belum siap untuk memenuhi tuntutan kehidupan perkawinan, baik secara psikologis dan ekonomi.
Promosi Aisha Weddings Berpotensi Langgar Hukum
Promosi nikah muda dari Aisha Weddings ini juga mendapat kecaman dari Anggota Ombudsman RI (ORI), Ninik Rahayu. Kata dia, kampanye tersebut tidak hanya meresahkan masyarakat, akan tetapi juga merusak upaya penghapusan diskriminasi gender yang masih muncul hingga saat ini.
Kata Ninik, kampanye Aisha Weddings tersebut seperti menyuburkan ketidakpatuhan atas kebijakan nasional sebagai upaya pemenuhan hak konstitusional warga negara terutama, perempuan dan anak.
“Perempuan dan anak perempuan berhak mengenyam pendidikan yang tinggi, berhak mendapat perlindungan kesehatan reproduksinya, dan lainnya, sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak,” kata dia lewat keterangan tertulisnya, Rabu (10/2/2021).
Ia menilai bahwa kampanye Aisha Weddings berpotensi merusak tatanan kaum muda Indonesia. Padahal, kata dia, saat ini pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sedang gencar melakukan pemberantasan perkawinan anak dan perdagangan anak melalui perkawinan.
Ninik mewanti-wanti apa yang dilakukan Aisha Weddings dapat dikategorikan tindak pidana perdagangan orang sesuai UU 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang. Hal tersebut juga berlapis dengan kejahatan terhadap UU Perlindungan Anak (UU No.23 Tahun 2002 dan UU No.35 Tahun 2014) dan UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974 dan UU No.16 Tahun 2019 karena ada unsur menganjurkan perkawinan anak.
“Kepolisian harus pro-aktif mengusut tuntas terkait hal tersebut. Tidak harus menunggu pelaporan masyarakat,” kata dia.
Editor: Agung DH