Menuju konten utama

Kapal Tongkang Jadi Momok bagi Terumbu Karang di Pulau Karimunjawa

Greenpeace menilai kerusakan terumbu karang telah terjadi lama, tetapi kapal-kapal tongkang tidak berhenti menaruh jangkar di sekitaran pulau Karimunjawa.

Kapal Tongkang Jadi Momok bagi Terumbu Karang di Pulau Karimunjawa
Sejumlah aktivis lingkungan menggiring kapal tongkang pengangkut batubara keluar dari wilayah perairan konservasi Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Rabu (2/5/2018). ANTARA FOTO/Aji Styawan

tirto.id - Pulau Karimunjawa menjadi tempat wisata taman nasional sejak 2001 silam. Setahun belakangan, terumbu karang di sekitar Karimunjawa rusak akibat adanya kapal tongkang yang lewat. Bagian bawah kapal menggerus setidaknya tiga tempat terumbu karang di sekitar pulau itu.

Dari penelusuran yang dilakukan Greenpeace pada April 2018, daerah sekitar Pulau Tengah, Pulau Cilik, dan Legon Bajak yang berada di Karimunjawa menjadi daerah terdampak akibat kapal tongkang tersebut. Kapal tongkang yang ditarik oleh kapal tunda (tug-boat) menghasilkan setidaknya 47 persen patahan karang di 231 meter area Legon Bajak yang diteliti oleh Greenpiece. Kerusakan itu masih tersebar hingga ribuan meter.

Juru Bicara Greenpeace Indonesia, Rahma Shofiana menjelaskan, kerusakan ini terjadi sejak lama, tetapi kapal-kapal tongkang tetap tidak berhenti menaruh jangkar di sekitaran pulau Karimunjawa. Untuk menelusuri hal ini, Greenpeace Indonesia dalam tajuk Jelajah Harmoni Nusantara bersama kapal Rainbow Warrior lantas menjadikan Karimunjawa sebagai tempat penghentian terakhir.

“Sebenarnya kami juga tidak tahu dia bakal datang atau tidak. Kami tidak tahu jadwal tepatnya, tapi biasanya mereka memang selalu datang lewat sini,” kata Rahma kepada Tirto pada Rabu (2/5/2018).

Kapal tongkang bernama Safinatur Rozzaq 09 tersebut ditarik oleh kapal tunda bernama Kahar 5. Ia berlayar dari daerah Kalimantan Timur menuju Cirebon dengan membawa berton-ton hasil galian batu bara. Ia berada hanya sekitar 2-3 km dari areal taman nasional Karimunjawa. Dengan jarak itu, kapal menjatuhkan jangkar untuk berhenti.

Polisi laut dan udara tidak mendatangi lokasi. “Mereka mematikan radarnya sehingga tidak terdeteksi. Kemungkinan lain, memang ada pembiaran yang dilakukan,” kata Rahma lagi.

Greenpeace ‘Bajak’ Kapal Tongkang

Sejak Senin (30/4/2018), Greenpeace Indonesia sudah menargetkan untuk mengusir kapal tongkang yang masuk ke daerah Karimunjawa. Rahma meminta, kegiatan ini tidak dipublikasikan terlebih dahulu agar kapal tongkang tidak bisa menghindar dari penggerebekan. Langkah ini telah melalui riset terlebih dahulu selama kurang lebih 6 bulan lamanya.

Total ada 6 kapal speed boat yang digunakan oleh Greenpeace, 3 dari Greenpeace internasional dan 3 dari Greenpiece Indonesia. Termasuk media, jumlah orang yang ikut dalam aksi mencapai 40 orang yang ikut.

Sebagai ketua tim aksi penggerebekan, Richi dari Greenpeace Indonesia mengontrol pergerakan 6 kapal tersebut. Kapal dibagi-bagi menjadi 3 kapal awak media, 2 kapal tim aksi, dan 1 kapal tim pengontrol.

“Kapal ini [tim aksi] nggak boleh diganggu gugat,” tegas Richi sekitar pukul 13.00.

Ketua tim pengkampanye Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono menyerukan melalui radio bahwa keberadaan kapal tongkang Safinatur dan Kahar 5 tidak seharusnya di area taman nasional. Atas dasar itu, Didit mengatakan pihaknya akan mendatangi kapal tongkang untuk melakukan aksi pengecatan dengan cat ramah lingkungan untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap tongkang yang merusak terumbu karang.

“Kami akan melakukan aksi damai tanpa kekerasan untuk memberitahukan betapa berbahayanya kapal batu bara terhadap terumbu karang,” kata Didit memperingatkan. “Kami berharap kapal Anda bisa keluar dari perairan ini.”

Pihak Kahar menjawab ia akan menghubungi kapten untuk memberikan respons lebih lanjut. Keberadaan kapal tongkang yang sudah terlampau lama tidak bisa ditoleransi lagi oleh Greenpiece. Karenanya, mereka tetap melaksanakan aksinya.

Perusakan Terumbu Karang

Kapal tongkang sebenarnya bisa berlabuh tanpa merusak terumbu karang. Permasalahannya, kapal tongkang tidak boleh ditinggal jauh oleh kapal tundanya.

Menurut anggota yayasan lembaga swadaya masyarakat Alam Karimun, Yarhannudin, kapal tongkang yang ditinggal oleh kapal tunda pada malam hari terombang-ambing oleh hembusa angin. Pada awal 2017 lalu, 5 kapal tongkang diikat dan ditambatkan hanya dengan melempar satu jangkar besar ke laut.

Yarhannudin menuturkan, pada malam harinya, 4 kapal terputus dari ikatan dengan kapal yang melempar jangkar. Bagian bawah tersebut masuk ke perairan dangkal penuh terumbu karang dan membuat kerusakan.

“Padahal perlu waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk terumbu karang tumbuh,” tegasnya.

Pada waktu penggerebekan kapal tongkang Safinatur, Didit mengatakan, pihaknya tak bisa menunggu hingga kapal tunda meninggalkan kapal. Belakangan, kapal tunda mulai mencegah perusakan dengan tidak meninggalkan kapal tongkangnya.

Namun, Didit menegaskan tindakan itu tetap menyalahi peraturan zonasi taman nasional. Batu bara yang dibawa kapal tersebut bisa menghasilkan limbah bila terjadi hujan atau tertiup angin. Kapal itu juga menghalangi para nelayan yang melaut untuk memasang rampon atau sarang ikan buatan.

“Kemarin itu adalah kesempatan terbaik yang kami dapat,” tegas Didit.

Baca juga artikel terkait PENGELOLAAN TERUMBU KARANG atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari