tirto.id - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mendaftarhitamkan (blacklist) penumpang yang melakukan pelecehan seksual saat perjalanan kereta api. Pelaku yang masuk daftar hitam tidak bisa menggunakan layanan kereta api seumur hidupnya.
“Kebijakan ini KAI terapkan untuk memberikan efek jera dan mencegah pelaku melakukan hal serupa di kemudian hari. Kebijakan ini juga berlaku untuk pelaku pelecehan seksual yang kasusnya sempat viral kemarin,” kata EVP Corporate Secretary KAI, Asdo Artriviyanto dalam siaran persnya, Selasa (21/6/2022).
Hal itu menindaklanjuti kasus seorang penumpang laki-laki melakukan pelecehan seksual terhadap seorang penumpang perempuan yang duduk di sebelahnya pada Kereta Api (KA) Argo Lawu relasi Solo Balapan-Gambir. Video yang menunjukkan pelecehan tersebut viral di media sosial.
KAI mengeklaim sudah menghubungi korban untuk menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialaminya. KAI juga siap untuk memberikan pendampingan hukum.
KAI menyebut korban tidak bermaksud untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Ia hanya meminta terduga pelaku untuk menyampaikan permohonan maaf serta tidak akan mengulangi perbuatannya kembali.
Berdasarkan bukti video dan laporan, KAI mendaftarhitamkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pelaku pelecehan seksual sehingga tak bisa lahi menggunakan kereta.
KAI pun menolak untuk memberikan pelayanan terhadap pelaku yang sudah melanggar etika dan berbuat asusila yang sekaligus merendahkan martabat pelanggan lainnya.
“KAI sama sekali tidak mentolerir kejadian tersebut dan berharap tidak ada lagi kejadian serupa terulang kembali pada berbagai layanan KAI lainnya,” tegas Asdo.
Kebijakan daftar hitam pelaku pelecehan seksual oleh KAI didukung Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno. Dia berharap hal itu dapat memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual di transportasi umum.
Djoko meminta KAI berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Sementara Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyarankan untuk mengutamakan langkah mediasi terkait penyelesaian masalah tersebut. Hal ini guna mencegah terjadinya kembali pelecehan seksual di transportasi umum.
Tulus juga meminta KAI menyosialisasikan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kekerasan seksual, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Aturan tersebut mengatur perbuatan seseorang yang dengan maksud merendahkan harkat dan martabat, seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 juta.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan