tirto.id - Penyebaran pandemi COVID-19 di dalam negeri sudah terjadi selama lebih dari satu tahun. Sejak ditemukannya kasus pertama di Indonesia pada Maret 2020, berbagai pembatasan kegiatan masyarakat termasuk pelarangan perjalanan antar wilayah kerap dilakukan demi menekan potensi terjadinya penularan virus yang belum diketahui kapan akan berakhir.
Pemerintah sempat kesulitan menghadapi ganasnya virus Corona meski sudah melakukan berbagai seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat sampai percepatan vaksinasi. Tepatnya pada 15 Juli 2021 kasus penularan diketahui bertambah 56.757 kasus/hari. Belum lagi pada Juli 2021, angka kematian terus tembus rekor tertinggi. Hal yang lebih parah pernah terjadi saat rumah sakit dan tenaga kesehatan hampir tumbang di masa-masa itu.
Di tengah pembatasan yang terjadi selama lebih dari setahun, ketersediaan transportasi yang bisa diandalkan menjadi sangat terbatas. Karena tak dapat dimungkiri, ada sebagian orang yang dengan alasan mendesak tetap perlu melakukan perjalanan antar wilayah.
Salah satunya Dessy, 30 tahun, pada Agustus 2020 untuk pertama kalinya keluar dari rumah kontrakanya di Grogol, Jakarta Barat, setelah 6 bulan mengisolasi diri untuk menghindari penularan sesuai anjuran pemerintah.
Dessy nekat pulang, meski saat itu berita mengenai kasus penularan angkanya terus menanjak dan semakin meluas ke berbagai wilayah. Kala itu, moda transportasi kereta api jadi pilihan untuk mengantarnya dari Jakarta ke kampung halaman.
“Ada keperluan mendadak, salah satu anggota keluargaku sakit jadi memang harus pulang. Aku pilih pakai kereta waktu itu,” kata dia bercerita kepada Tirto, Selasa (14/9/2021).
Bukan tanpa alasan Dessy memilih perjalanan dengan menggunakan kereta api. Faktor keamanan dan ketepatan waktu jadi pilihan utama. Maklum, beberapa transportasi antar kota, misalnya, bus dan travel kerap mengalami keterlambatan bahkan perubahan waktu perjalanan lantaran minimnya jumlah penumpang.
Pun jika jumlah penumpang transportasi lain terpenuhi dengan tingkat keterisian 50%, justru membuat Dessy merasa resah dan tidak aman karena takut tertular penumpang lain selama di perjalanan di kendaraan yang sempit.
Berbeda dengan transportasi lain, kereta jarak jauh yang dioperasikan KAI tetap melaju sesuai jadwal meski dengan jumlah penumpang yang minim. Benar saja, Kereta Argo Parahyangan menuju Kota Bandung yang kala itu ditumpangi Dessy berangkat dari Gambir tepat pukul 18.40 WIB sesuai dengan jadwal yang diumumkan meski hanya terisi oleh 5 orang di dalam satu gerbong.
Kondisi ini sekaligus menjadi angin segar bagi penumpang kereta seperti Dessy karena tersedia cukup ruang di dalam gerbong yang membuat risiko penularan virus Corona selama perjalanan jadi lebih minim.
“Masker, hand sanitizer, semprotan anti bakteri aku bawa semua. Waktu itu khawatir kan, saat pulang kampung kita kena COVID di jalan terus malah nularin ke keluarga. Pas pakai kereta ternyata hanya beberapa orang di gerbong itu Alhamdulilah pulang ke rumah sehat,” jelas dia.
Setelah Setahun Pandemi
Kondisi stasiun saat ini tidak jauh berbeda, saya pada akhir Agustus 2021 menjajal perjalanan dari Kota Bandung ke Jakarta menggunakan KA Ekonomi Argo Parahyangan. Layanan KA di masa pandemi ternyata hanya menyediakan jadwal pagi.
Tepatnya pada pukul 05.20 WIB Tirto tiba di Stasiun Bandung. Tampak hanya ada sekitar 10 porter berseragam merah, lengkap dengan masker hitam menawarkan jasa angkut barang.
Beberapa di antara mereka adalah porter yang sudah tua dan berlarian mengejar setiap calon penumpang yang baru masuk ke pintu stasiun. Sayangnya pagi itu hanya ada satu porter yang akhirnya mendapatkan pelanggan yang dengan senang hati memanggul koper besar milik penumpang di pundak sebelah kirinya.
Setelah masuk ke gerbong, hanya ada tiga penumpang yang duduk berjauhan di dalam satu gerbong. Seluruh penumpang duduk sendiri-sendiri di puluhan bangku kosong yang tersedia saat itu.
“Mbak kalau belum salat, musalanya ada di gerbong makan. Itu satu gerbong di depan,” ujar masinis yang pagi itu lewat usai mengambil air wudu.
Masinis yang berseragam lengkap menggunakan masker dengan sandal jepit pagi itu tampak ramah menyapa saya sebelum berjalan pergi melewati penumpang lain di arah depan yang tampaknya memilih untuk melanjutkan tidur untuk menikmati perjalanan.
Lewat pukul 05.30 WIB mulai ada beberapa penumpang lain yang masuk ke gerbong kereta, tetapi tetap saja ruangan terasa lenggang lantaran jumlah penumpang tidak lebih dari 15 orang di setiap gerbong.
Kereta mulai berjalan sekitar pukul 06.00 WIB, para porter di balik jendela gelap tampak samar tegah berbaris rapi dengan gestur membungkuk. Lengkap dengan tangan kanan berada di dada, sebagai tanda selamat jalan pada pelanggan.
Selama perjalanan, saya kembali memeriksa tiket kereta yang harganya Rp95.000 adapun kertas lain yaitu tanda bukti tes Antigen seharga Rp85.000 sebagai syarat perjalanan. Belum selesai menghitung biaya transportasi, seorang pramugari lengkap dengan masker dan sarung tangan memberikan kantung plastik berisi masker dan tisu basah gratis.
Menilik lebih dalam, ada kerja keras berbagai pihak di tubuh KAI agar memastikan para penumpang tetap memperoleh layanan optimal meski dalam protokol kesehatan ketat dan pembatasan.
Fasilitas yang disediakan KAI lengkap demi menjaga keseimbangan agar pelayanan yang diberikan kepada penumpang tetap nyaman namun dengan tetap menjaga protokol kesehatan sebagai upaya menekan rantai penularan virus Corona.
Benar saja, KAI pun membatasi jumlah maksimal pelanggan di dalam kereta yaitu 70% untuk rute jarak jauh, 50% untuk rute lokal, dan 32% untuk KRL. Seluruh upaya itu turut didukung dengan penerapan protokol kesehatan ketat di lingkungan stasiun, mulai dari mengecek suhu tubuh, menggunakan masker, hingga menjaga jarak.
Berbagai fasilitas juga KAI sediakan untuk pelanggan sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru, seperti menyediakan wastafel portabel dan hand sanitizer, serta memberikan healthy kit untuk penumpang jarak jauh.
Selain itu, untuk mengurangi mobilitas dan kontak fisik, KAI menambah sejumlah fitur pada aplikasi KAI Access sehingga pelanggan dapat mengatur perjalanannya secara daring tanpa perlu ke stasiun.
Dengan berbagai pelayanan, protokol kesehatan ketat sampai jumlah penumpang yang minim, bagaimana cara operator kereta pelat merah ini bertahan dan tetap beroperasi selama pandemi?
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo menjelaskan, pihaknya punya cara sendiri menekan beban keuangan guna menjaga keseimbangan neraca keuangan perseroan di tengah pandemi.
Jika sebelumnya penjualan tiket dari penumpang adalah sumber pendapatan utama, selama pandemi PT KAI melakukan perubahan strategi bisnis dengan melakukan adaptasi.
Di luar bisnis angkutan penumpang, KAI mengoptimalkan bisnis angkutan barang untuk menjaga performa bisnis selama pandemi COVID-19.
“Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci penting untuk KAI agar tetap bertumbuh di dalam situasi krisis ini,” kata Didiek.
Tak butuh waktu lama perubahan strategi bisnis itu membuahkan hasi positif. Pertumbuhan bisnis angkutan barang mulai tampak di semester I tahun 2021.
Dalam laporan kinerja perseroan, angkutan barang menunjukkan tren positif. Pada Januari sampai dengan Juli 2021 KAI melayani angkutan barang sebanyak 28,2 juta ton, naik 8,9% dibanding periode sama tahun 2020 KAI mengangkut 25,9 juta ton barang.
“Kenaikan volume barang yang KAI layani ini sangat penting bagi KAI untuk tetap survive di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung,” ujar Didiek.
PT KAI Mulai Pulih
Di luar sisi operasi, ia meyakini binis yang dilakoni perseroan akan cepat pulih seiring telah meredanya pandemi virus Corona di dalam negeri yang sempat porak-poranda dihantam varian delta yang kecepatan penularannya membuat masyarakat resah.
Keyakinan Didiek diperkuat dengan fakta yang menujukkan bahwa berbagai proyek transportasi berbasis rel terus menunjukkan progres pembangunan yang menggembirakan.
Contohnya saja proyek LRT Jabodebek misalnya, per 30 Juli 2021 progres pekerjaan telah mencapai 73,31%. KAI sendiri diketahui sebagai salah satu pemegang saham operator proyek LRT Jabodebek.
Artinya, saat proyek ini beroperasi nanti, bakal ada pemasukan tambahan bagi perusahaan yang selama ini masih mengandalkan pemasukan dari penumpang kereta jarak jauh, KRL dan angkutan kereta logistik.
Ada juga proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung progresnya sudah mencapai 77,45%.
Dengan perkembangan itu, ia meyakini moda transportasi yang ada akan siap melayani masyarakat ketika kebiasaan baru (new normal) mulai diterapkan seiring dengan skenario yang disiapkan pemerintah dalam rangka menghadapi perubahan Pandemi virus Corona menjadi epidemi.
Diakuinya, kondisi pandemi memang sedikit banyak mempengaruhi capaian target penyelesaian pekerjaan, namun KAI melakukan upaya maksimal dengan intens berkoordinasi dengan para pemangku kebijakan.
Pemantauan dan pengawasan secara langsung tetap dilakukan, proses-proses pengujian pun didorong agar dilakukan percepatan. KAI juga membentuk Project Management Officer (PMO) yang memantau proyek untuk menjamin kelancaran proyek secara keseluruhan.
KAI bertekad akan menjalankan amanah penugasan tersebut agar semakin banyak masyarakat yang dapat merasakan layanan transportasi massal berbasis rel yang nyaman dan maju.
“Gencarnya pengembangan transportasi berbasis rel yang tengah dikerjakan KAI ini memiliki tujuan untuk menghadirkan moda transportasi yang terintegrasi dan memudahkan masyarakat dalam mobilitasnya. Kemajuan ini nantinya diharapkan tidak hanya akan menambah volume angkut semata, tapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang juga berimbas bagi kemajuan bangsa,” kata Didiek.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali