tirto.id - Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis menyebabkan sekolah yang berada di wilayah pesisir Provinsi Riau harus meliburkan para siswa dari aktivitas belajar mengajar.
Camat Rupat Hanafi mengatakan, Sekolah Dasar di Desa Terkul terpaksa menghentikan aktivitas belajar dan mengajar karena kualitas udara pada awal pekan ini terpantau makin memburuk hingga berada dalam level membahayakan.
"Sekolah Dasar 02 Terkul hari ini terpaksa memulangkan siswanya karena kabut asap sangat pekat," kata Hanafi di Pekanbaru, Senin (25/2/2019).
SD Negeri 02 Terkul tersebut, kata dia, berada tidak begitu jauh dari lokasi karhutla.
"Sejauh ini yang terpantau liburkan sekolah baru itu ya. Karena memang sekolah itu paling dekat dengan titik api dan berbahaya untuk anak-anak kita," ujarnya.
Menurutnya, kabut asap yang menyelimuti perkampungan memaksa sekolah tidak melanjutkan kegiatan belajar mengajar meskipun banyak siswa yang mulai berdatangan.
Dia menjelaskan, meski kabut asap menyelimuti wilayah Rupat selama dua minggu, baru hari ini ada sekolah yang menghentikan aktivitas belajar mengajar.
Hal itu disebabkan kondisi kabut asap yang terus memburuk dan hari ini merupakan kabut asap terparah.
"Jarak pandang hari ini hanya 100 sampai 200 meter," ucapnya.
Ia menjelaskan, dampak lain yang terjadi akibat kabut asap juga menyebabkan kesehatan masyarakat Pulau Rupat mulai terganggu.
"Puskesmas kita sudah menangani beberapa pasien yang mulai batuk-batuk, flu akibat dampak asap," katanya.
Selain itu, tambahnya, paparan kabut asap juga menyerang bayi, sehingga diperlukan perawatan yang cukup serius.
Meski terus terpapar udara tidak sehat hingga berbahaya, Hanafi mengklaim belum ada warganya yang mengungsi. Aktivitas warga, ujarnya, masih tergolong normal, walaupun imbauan untuk beraktivitas di luar rumah telah dikeluarkan.
Hanafi pun mengimbau kepada masyarakat yang mulai mengeluhkan sakit akibat kabut asap untuk segera melapor dan berobat ke puskesmas terdekat.
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH