Menuju konten utama

Jurnalis Tirto Raih Penghargaan Menlu Atas Kisah Anak Buruh Migran

Menurut Dieqy, isu ini menjadi penting karena anak buruh migran butuh didengar, dilindungi, dan didampingi.

Jurnalis Tirto Raih Penghargaan Menlu Atas Kisah Anak Buruh Migran
Wartawan dari Tirto.id Dieqy Hasbi Widhana (kiri) mendapatkan penghargaan dari Kementerian Luar Negeri Retno Marsudi. tirto.id/Fadiyah

tirto.id - Wartawan Tirto.id, Dieqy Hasbi Widhana mendapat penghargaan dari Kementerian Luar Negeri dalam acara "Malam Penganugerahan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award (HWPA)". Penghargaan itu langsung diberikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

"Terima kasih kepada Kemenlu telah memberikan penghargaan kepada saya. Semoga penghargaan pada saya ini adalah sinyal dari Kemenlu untuk tuntaskan berbagai masalah buruh migran," kata Dieqy kepada Tirto saat ditemui di Kemenlu, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).

Dieqy mendapatkan penghargaan dalam kategori wartawan bersama Kris Razianto Mada dari Harian Kompas. Sementara dalam kategori media dimenangkan oleh Radio Elshinta. Penghargaan tersebut diraih Dieqy atas rangkaian laporan mengenai permasalahan anak buruh migran. Salah satunya berjudul “Anak Buruh Migran Tak Hanya Perlu Uang, tapi Juga Kasih Sayang”.

Dieqy mengisahkan, ada banyak buruh migran yang jauh dari jangkauan pemerintah. Mereka bergerak sendiri untuk membentuk simpul antar buruh migran. Lalu, satu dengan lainnya saling menguatkan. Selain itu, hak mereka untuk mendapat perlindungan dan pendampingan berupa edukasi pun turut dipangkas.

Dieqy juga mengatakan, rangkaian tulisan yang terdiri dari empat judul tersebut sebenarnya tak banyak pembacanya. "Sebab, isunya double minority. Minoritas dalam hal isu buruh migran, ditambah lapisan minoritas lain berupa hak anak. Ketika saya mendapat penghargaan, terbukti bahwa kualitas adalah hal paling mahal dari jurnalisme," ujarnya.

Dalam proses peliputan, Dieqy memakai pendekatan yang berbeda. Pasalnya, percakapan dengan anak terkait orang tua mereka menjadi hal yang sensitif. Sejumlah anak juga tidak mengenal ibunya. Para anak tersebut menjadi pribadi yang sangat tertutup.

"Jadi aku selalu mengacak pertanyaan. Tanya umur, tanya umur berapa ditinggal orang tua, tanya suka dikado apa, kembali tanya ditinggal ke mana sama orang tuanya, tanya suka lagu apa sekalian meminta dia menyanyi, lalu kembali tanya orang tuanya kerja sebagai apa. Begitu terus," ungkap Dicky mengisahkan.

Menurut Dieqy, isu ini menjadi penting karena anak buruh migran butuh didengar, dilindungi, dan didampingi.

"Jika pemerintah luput, jurnalisme ada untuk mengingatkan. Sebab puncak jurnalisme adalah ketika berani mengambil sikap kritis pada kekuasaan, berpihak pada korban atau kelompok rentan, dan mencela ketidakadilan," ujarnya.

Sementara itu, Menlu Retno Marsudi menyampaikan, tantangan untuk memberikan perlindungan terhadap WNA memang semakin tinggi. Retno mengaku butuh banyak pihak yang terlibat karena pemerintah tidak mampu memantau semua isu yang berkaitan dengan itu.

"Sebenarnya award ini adalah, selain perwujudan dari apresiasi kita kepada para pejuang kemanusiaan, juga sekaligus untuk mengucapkan terima kasih atas kerja sama yang sudah dilakukan oleh semua pihak dalam rangka melakukan perlindungan warga negara Indonesia," kata Retno di Gedung Kementerian Luar Negeri pada Jumat (7/12/2018).

Berikut Empat Seri Laporan Soal Anak Buruh Migran:

Baca juga artikel terkait PENGHARGAAN JURNALISTIK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto